01/07/15

Akakuro r18 : Innocent Cinderella



Fandom : Kuroko No Basuke
Genre : Drama, Romance, Tragedy
Warning : Lemon, Smut, BoyxBoy, typos
Rating : MATURE

 perhatian (lagi)! jika kalian bukan penyuka konten boyxboy, yaoi, atau sejenisnya silahkan klik tanda silang di pojok kanan atas.

Anime belongs to Tadatoshi Fujimaki but the story is mine.
Proudly present, enjoy!
.
.
.
.

                Kalau dikatakan senang, Kuroko Tetsuya tentu saja tidak ada senang-senangnya disuruh jadi transgender. Dia cowok. Cowok tulen. Jangan mentang-mentang wajahnya imut dan cantik mengalahkan perempuan, lalu sensei seenaknya saja memberikan peran Cinderella dan memasangkan dirinya dengan Akashi Seijuuro.

Akashi Seijuuro? iya, Akashi. Cowok pendek tapi lebih tinggi dari Kuroko. Katanya wajahnya yang paling cocok jadi pangeran. Awalnya Kise mengajukan diri. Tapi karena ada peran dari drama Hamlet yang menawarkannya jadi pemeran utama yang katanya ‘keren’, si model langsung main terima saja.

“Sensei. Kenapa tidak Momoi-san saja?”

“dia sudah memerankan kan salah satu tokoh di drama Hamlet. Sebagai ibu tiri Kise-kun, Kuroko-kun.”

Menoleh saja tidak. Kuroko merengut, bibirnya mengerucut jengkel melihat Nijimura-sensei yang masih sibuk memilah naskah.

Agak menyesal juga ikut klub sastra. Kalau bukan disuruh Chihiro niichan nya, Kuroko mungkin lebih memilih masuk klub memasak atau apa saja selain kub sastra. Kadang-kadang Kuroko menyayangkan sifatnya yang terlalu penurut dan kelewat polos.

Untung suara Kuroko memang bagus dari sananya. Dia juga punya talenta akting yang bagus. Meskipun Kuroko lebih banyak memainkan peran perempuan daripada gendernya sendiri. alasannya seperti yang diungkapkan tadi, Kuroko imut.

Kuroko bukannya sekali pernah jadi tokoh Cinderella saat latihan klub. Tapi ini kali pertamanya Kuroko disuruh pentas sebagai transgender dalam acara besar sekolah. Festival kembang api menyambut tahun baru. 5 hari lagi.

“ini buat mu. Tolong serahkan lembaran yang ini buat Akashi-kun. Kau boleh pergi, Kuroko-kun”

Lembaran setebal kelingking Kuroko dihempaskan ke telapak tangan. Pemisah kentara terlihat ditengah tengah tumpukan kertas naskah.
Kuroko mendengus sekali. Kemudian berlalu dari ruangan itu setelah membungkuk hormat. Meskipun kesal Kuroko memang anak yang tau sopan santun. Nijimura masih seorang guru. Dan ia harus hormat karena masih murid di sekolah itu.

Langkah kaki di bunyikan keras-keras. Sebagai penanda emosi si orbs biru muda sedang kacau.

Tampil di depan guru-guru dan teman sekolah dengan gaun dan wig ?

Bisa-bisa Kuroko dikatai banci.

“kenapa wajahmu hancur begitu Tetsuya?” Kuroko tidak menjawab pertanyaan dari cowok berambut merah.

Nah, inilah Akashi Seijuuro. murid teladan yang hobinya nongkrong di perpustakaan. Kuroko tidak perlu susah-susah menemukan Akashi. Kalau tidak di perpustakaan ya di kelas –main shogi sendirian-.

Kuroko menyodorkan tumpukan kertas bagian Akashi tanpa menjawab. Kemudian menjatuhkan pantatnya di kursi seberang Akashi.

“oh, drama” Akashi membaca naskah drama di hadapannya. Kemudian satu alisnya terangkat. “Tetsuya, kau sudah baca naskahnya?”

“belum. Nijimura-sensi baru memberikannya tadi”

“jadi kau belum tau kalau-“

“peranku sebagai Cinderella?” tangan Kuroko bergerak menangkup wajahnya. Matanya menatap sinis kepada teks drama miliknya. “aku tau kok. Menyebalkan”

Akashi terkikik. Kemudian melanjutkan membaca. Di halaman ke sepuluh hampir halaman terakhir, ia menaikkan alis lagi.

“kau yakin tidak mau membacanya Tetsuya?” tanpa Tetsuya sadari Akashi tersenyum-senyum aneh saat mrngajukan pertanyaan.

“tidak perlu” Kuroko menghempaskan kepala di lipatan tangannya. “semua adegan disana akan kuucapkan dengan improvisasi. Aku hanya perlu membaca plot umumnya saja Akashi-kun”

“kenapa?”

“membaca atau tidak akan sama saja. aku tetap Cinderella disana. Cinderella perempuan yang memakai gaun.” Badan ditegakkan lagi, kemudian Kuroko beranjak mengambil lembaran plot. “aku duluan Akashi-kun” dan tubuhnya berlalu melewati pintu perpustakaan.

Tidak dijawab. Akashi hanya mengangguk dan kembali membaca naskah. Seringaian mulai mengembang di wajah tampannya.

“harusnya kau baca dulu adegan akhirnya, Tetsuya”
.
.
.
Selain Klub Sastra, Tetsuya juga ikut klub basket bersama 5 temannya sejak SMP. Hari ini hari biasa mereka latihan di gym sepulang sekolah. Jadilah Kuroko duduk di ruang ganti menunggu teman yang lain.

Kuroko memutuskan untuk mengganti seragam duluan, saat itulah Akashi tiba-tiba masuk.

“Akashi-kun?”

“Kuroko, kita hari ini latihan. “

“iya tau kok, latihan basket.” Kuroko kembali fokus ke kegiatannya melepas seragam. Kemudian mengambil baju di loker.

“bukan. Tapi drama. Kita disuruh berkumpul oleh Nijimura-sensei di aula. Sekarang” melipat dada, Akashi membiarkan Kuroko tertegun padahal setengah tubuhnya masih telanjang.

Pemandangan menarik sekaligus mengundang.

Sekedar info, Akashi sebenarnya adalah seorang Homoseksual. Tentu saja tidak ada yang mengetahuinya. Ia bukannya tidak mengakui perpindahan orientasi seksualnya itu. Hanya saja orang yang ia sukai sebagai objek mimpi basahnya di malam hari adalah cowok normal yang polosnya luar biasa. Siapa?

Kuroko Tetsuya. 16 tahun. Teman sekelas tapi setahun lebih muda darinya. Tak ada yang yang menyangkal kalau Kuroko adalah cowok paling ikemen di Teiko setelah Kise Ryouta. Kenapa Akashi tidak suka Kise saja? sudah jelas karena si pirang itu sekarang lagi menjalin hubungan dengan teman setim Akashi, Aomine Daiki. Lagipula KIse itu berisik dan terlalu tinggi untuknya. Tidak seperti Kuroko yang imut-imut kalo sedang ngambek.

Merasa cukup puas dengan pemandangannya, Akashi berdehem

“ikut latihan dengan kondisi telanjang dada bisa menyebabkanmu masuk angin lo, Tetsuya”

kemudian ia berbalik. Meninggalkan Kuroko yang baru sadar dari lamunannya.
.
.
.
Aula memiliki dua panggung. Satu panggung diperuntukkan untuk latihan, satunya lagi dibuat nyaman untuk istirahat. Seorang pemuda berambut baby blue duduk di pinggir panggung istirahat. Kakinya menjuntai tak sampai ke lantai.

Kuroko meneguk air mineral yang dibagikan keras-keras. Jakun sengaja diperlihatkan naik turun. Menegaskan kalo ia laki-laki tulen dibalik akting feminimnya barusan. Kuroko jengkel. Mata-mata panitia tak ubahnya fujoshi yang lagi dapat fanservice otp favoritenya.

Sial! sial! sial!

“Kuroko, oi! kenapa kau minum seperti orang kesetanan begitu? bukannya tadi kau dipuji Niji-sensei? aktingmu natural sekali lo” tepukan di bahu membuat Kuroko hampir tersedak.

Aomine duduk disebelahnya dengan pakaian basket. Sepertinya baru selesai latihan. Ia tau alasan Aomine berada disini. Sudah pasti melihat Kise yang sedang latihan akting di panggung yang tadi ia gunakan.

“terimakasih pujiannya, Aomine-kun”

botol kosong di letakkan di samping tubuhnya. Kuroko tidak tersenyum sedikitpun. Yah, ia memang jarang tersenyum. Air muka nya memang selalu datar menyaingi papan cucian. Lain dengan pemuda tan disampingnya itu. yang dengan tidak pekanya berucap sama-sama pada Kuroko. Ck. dasar Ahomine.

“Tetsuya. Kelihatannya kau sebal sekali. Sebegitu tidak maunya dipasangkan denganku?”

Satu-satunya orang yang memanggil Kuroko dengan nama kecil nan lengkap hanya Akashi Seijuuro.  Aomine sudah menoleh duluan ketika aura hitam terasa pekat disekitarnya. Di sebelah Kuroko (sisi berlawanan dengan Aomine) Akashi berdiri dengan tangan terlipat. Mata merahnya memicing, mendubruk bola biru besar yang kini balas memandanginya panik.

Tentu saja pernyataan Akashi tadi salah, Kuroko bukan sebal gara-gara dipasangkan dengan Akashi. Ia sebal karena tingkah panita. Panitia yang sepertinya puas sekali mendengar suara gemulai dan tatapan sayu Cinderella versi Kuroko Tetsuya.

Yah, Akashi juga tidak bodoh untuk tidak mengerti permasalahannya. Ia hanya iseng menggoda Kuroko. Ingin tau reaksi macam apa yang bakal dilihatnya hari ini.

“A-Akashi-kun” Kuroko mendadak gagap. Ia dapat merasakan Aomine lari pelan-pelan dari sisinya. ‘dasar pengkhianat’.

“apa?”

“Akashi-kun, kau salah paham”

Hebat, wajahnya sudah berubah tenang. Tapi Akashi yakin Kuroko hanya berpura-pura kalem.

“salah paham?” nada penekanan kentara terdengar. “sebutkan di bagian mananya aku salah paham, Tetsuya?”

Ah, ini dia. Kuroko mulai gugup lagi. Matanya mengerjap gelisah, sudah seperti mau mati saja kalau salah menjawab Akashi.

“Aku..” Akashi berjalan maju perlahan. menghimpit badan Kuroko sampai yang bersangkutan hampir terlentang kelantai panggung. Akashi berdiri di antara dua paha Kuroko. “Akashi-kun. Jangan dekat-dekat.”

Tangan Kuroko tak pernah berhasil mendorong dada bidang Akashi. Sementara sebelahnya lagi menjadi penyangga agar ia tak benar-benar jatuh di lantai. Beberapa orang sudah sadar dengan posisi mereka. Ada yang terpaku melihat, ada yang pura-pura tidak lihat, ada juga yang lari dari sana saking tidak tahannya melihat. Siapa?
Siapa lagi kalau bukan Kise dan Aomine. mereka sudah kabur ke toilet.

Kembali ke Kuroko yang mulai mengkhawatirkan reputasinya sebagai cowok-tulen-yang-masih-suka-perempuan, si baby blue menggeliat gelisah dibawah badan Akashi. Hembusan nafas Akashi sampai terasa di bibirnya. Tengkuknya merinding luar biasa.

“Akashi-kun” Kuroko memperingati dengan nada pelan. Wajahnya ditolehkan kesamping agar tidak langsung melihat wajah Akashi. Tapi sial! Malah nafas Akashi menyentuh lehernya.

“kau kenapa Tetsuya?”

Seringaian mengembang di wajah Akashi. Ia dapat mencium aroma vanila dari rambut Kuroko. Aromanya manis, lembut, memabukkan. Sialan. Ia hampir saja menjatuhkan wajahnya di perpotongan leher pemuda baby blue itu.

“geli, Akashi-kun”

Kuroko mendesis, wajahnya sudah merah tak karuan. Ia sangat malu diperlakukan seperti ini di depan orang-orang. Air mata hampir menetes di wajah Kuroko. Jelas-jelas ia sangat tidak terima dengan sentuhan Akashi. Tapi kenapa badannya tidak menolak.

Dalam hati, Akashi cukup sadar bahwa kelakuan sekarang sangat tidak dapat diterima. Ia tau Kuroko mungkin akan membencinya setelah ini. berasal dari niat iseng menggoda Kuroko, Akashi malah terperangkap di naluri gilanya untuk segera menjilati leher jenjang Kuroko. Belum lagi aroma-aroma manis menguar membuat sesuatu di bawah sana mengeras. Hampir menyentuh selangkangan Kuroko.

Akashi segera bergerak mundur. Berusaha menatap wajah Kuroko dengan ekspresi normal. “kau harusnya terbiasa dengan yang seperti itu. aku baru mengendus lehermu. Kau sudah memerah. Lain kali kuberi latihan ciuman” badan berbalik, meninggalkan Kuroko yang masih shock.

Tangan kuroko terangkat mengusap lehernya, sisa nafas Akashi seakan masih menempel di epidermis kulitnya. Membuatnya bergidik lagi. Tapi rasanya tidaklah buruk. Malahan menyenangkan. Kuroko menertawakan dirinya dalam hati.

‘kenapa aku jadi ketagihan begini?’
.
.
.
Warna langit sudah berubah jingga. Akashi merasa lamunannya hari ini sudah cukup. Sejak pagi ia berusaha bersikap normal dengan Kuroko. Tapi malah menghindarinya habis-habisan.

Latihan basket juga dihindari Akashi dengan alasan sakit perut. Dan bodohnya lagi, Akashi sama sekali tidak berada di UKS, malah menyendiri di kelas sampai latihan klub selesai.

“Akashi-kun”

Akashi menolehkan kepalanya. Kuroko berdiri memunggungi pintu. menahannya agar tidak terbuka. Mata ruby itu mengerjap sekali. Kenapa Kuroko ada disini ? harusnya dia mengalami trauma atau setidaknya tidak mau dekat-dekat Akashi setelah diperlakukan seperti kemarin.

“ada apa?”

Berusaha acuh, Akashi berbalik lagi membereskan isi tasnya. Ia sempat mengira Kuroko sudah pulang duluan. Tidak pernah menyangka malah berbalik mendatanginya seperti sekarang.

“kenapa Akashi-kun tidak latihan basket ?”

“sudah kubilang perutku sakit, Tetsuya.”

“tapi kau tidak bilang padaku, aku kan teman sekelasmu.”

Kuroko masih berdiri ditempatnya, menyahut dengan mimik datar
.
Buku sudah dimasukkan semua. Akashi serasa ingin mengeluarkannya lagi lalu memasukkan ulang satu demi satu ke dalam tas. Ia benar-benar bingung harus bersikap bagaimana.

“aku sudah mengabari Shintarou. Dia wakil kapten”

“oh” tarikan nafas terdengar “Akashi-kun, aku mau bertanya”

“apa?”

“kenapa Akashi-kun menghindariku seharian ini ?” langkah mendekat terdengar
“apa karena kejadian kemarin sore? Akashi-kun merasa bersalah?”

Skakmat!

Pertanyaan Kuroko adalah pertanyaan yang paling tidak ingin Akashi jawab. Ia akhirnya memutar badan menghadap Kuroko. Si baby blue sudah berada di depannya.

“aku tidak menghindarimu, Tetsuya”

Akashi memang tidak berniat menghindarinya. Semuanya terjadi begitu saja.

“jadi yang kemarin itu benar-benar latihan? apa adegan seperti itu ada di naskah?”

“ada”

Mata biru besar itu membulat. Kemudian menunduk kecewa. Akashi tidak bisa memprediksikan lebih lanjut karena Kuroko sempat bisu sejenak.
Mungkin ia sedang memikirkan kata-kata protes untuk Nijimura-senpai. Atau mungkin dia sedang memikirkan cara untuk menghindari drama kali ini.

Tapi kemudian kepala biru Kuroko terangkat, Kuroko menatapnya dengan sorot mata penuh rasa ingin tau. Ini merupakan salah satu alasan mengapa Akashi terikat kepada Kuroko, ia tidak pernah bisa lepas dari pesona manik aquamarine dan perubahan emosinya yang sangat cepat.

Selama ini semua orang disekitarnya terlalu mudah ditebak. Transparan. Penuh kebohongan. Tapi Kuroko berbeda. Ia tidak pernah tertembus. Selalu menampilkan ekspresi datar dengan sorot mata berbeda-beda. Menggemaskan sekaligus menyebalkan karena Akashi tak pernah sesulit ini untuk menebak.

“Akashi-kun. Aku minta maaf karena sudah membuatmu berprasangka macam-macam. Aku yakin Akashi-kun juga pasti risih dipasangkan dengan sesama laki-laki”

‘kau salah Tetsuya, aku sangat senang berpasangan denganmu’

“tapi Akashi-kun bisa menutupinya dengan baik bahkan sampai memberiku latihan seperti kemarin sore”

‘ya tuhan, anak ini terlalu polos’

“jadi sebagai permintaan maafku, Aku bersedia menerima latihan tambahan dari Akashi-kun. Jujur saja, aku belum biasa dengan adegan yaoi sungguhan.”

Senyum tipis tersungging di wajah Kuroko bersamaan dengan rona di kedua pipinya, Akashi benar-benar menahan diri.

“aku akan berusaha supaya kita dapat memberikan penampilan maksimal. Mohon bantuannya, Akashi-kun”

‘aku bermimpi, kan ?’

Akashi ingin sekali berteriak. Tapi itu bukan gayanya.

Ia hanya berdeham sekali mencoba mempertahankan senyuman tulus agar tidak menjadi seringaian.

“kau yang meminta Tetsuya”-aku tak akan segan.

Tas dilepaskan, Akashi mendubruk tubuh Kuroko sampai terjatuh menabrak meja. Kuroko meringis, kemudian berusaha mengimbangi dengan bersandar di meja. Akashi menautkan jari-jarinya dan jari-jari Kuroko. Membuat Kuroko sempat bertanya-tanya dalam hati. Apa yang ia lakukan sekarang ini sudah benar.

Namun, fikirannya langsung buyar ketika Akashi meraup leher putihnya. Menggigitinya sampai merah. Kemudian menjilatinya dengan beringas. Daun telinga tak luput dikulum. Kuroko dibuat lupa diri. Tangannya mengapai-gapai ujung meja agar tidak terjatuh kebelakang lagi. Namun tangan Akashi lebih cepat menangkap tangannya lagi. Tangan Kuroko dijadikan satu di atas kepala. Entah sejak kapan Akashi menalikan dasinya di pergelangan tangan Kuroko.

“A-Akashi-kun”

wajahnya sudah sangat merah, nafasnya terengah-engah.

Akashi mengangkat wajahnya “hm?”

“kau belum menciumku”

Mengerjap sekali, Akashi langsung melahap bibir Kuroko seperti orang kelaparan. Tawa pecah dalam fikirannya. Kuroko benar, bagaimana mungkin ia sampai lupa mencicipi daging kenyal yang selama ini ia pandangi itu?

Sebelah tangan Akashi mulai beraksi melepaskan kancing seragam Kuroko. Ciuman dihentikan. Kuroko mengamati bagaimana Akashi melepas kaitan-kaitan bulat itu dari lubangnya. Mempelajarinya dengan sungguh-sungguh.

Ia terpaksa menahan nafas saat  ujung jari-jari tangan Akashi menepel di telapak tangannya. Bergerak lembut menuruni lekukan jari jarinya, kemudian turun lagi sampai ke siku, pundak, dada, kedua puting merah muda Kuroko, perut ratanya yang kembang kempis, sampai di selangkangan yang tertutup kain.

“kau kenapa ?”

Akashi menikmati ekpresi Kuroko saat ini, matanya menutup kuat dengan pipi dan telingan semerah tomat. Kemudian terbuka sedikit saat Akashi berhasil menurunkan resleting celananya.

“Akashi-kun, pakaianmu belum dilepas.”

Merasa tak adil, gumaman polos lolos saat Kuroko berhasil mengatur nafasnya kembali. Mata biru besarnya memicing menatap tubuh Akashi yang masih terbalut seragam.

“Tetsuya mau membantuku ?”

“tapi tanganku terikat Akashi-kun”

Akashi mengalihkan pandangannya kepada tangan di atas kepala Kuroko, kemudian ia menyeringai.

“benar juga. Kalau begitu kau diam dan pelajari saja, Tetsuya”

Akashi menjauhi tubuh Kuroko, melepaskan kancing seragamnya satu persatu. Kuroko dibuat terpana dengan perut sixpac milik Akashi.

‘punyaku tidak ada sixpac-sixpacnya sama sekali’ 

ia menggembungkan pipi tanpa sadar.

“kenapa Tetsuya ?”

“perut Akashi-kun membuatku iri” jawabnya polos.

Akashi terkekeh, kemudian bergerak menarik celana Kuroko sampai kelutut. Kuroko ikut mengamati, malu sendiri saat menyadari penisnya sudah berdiri tegak. Ia bahkan tidak tau sejak kapan.

Akashi bersumpah, pemandangan Kuroko sangat-sangat menggoda iman. Seragamnya yang terbuka masih tersangkut di sekitar siku sementara celananya menggantung di kedua lutut, menampakkan bagian tubuh atasnya dari bawah siku sampai paha.

“Akashi-kun, aku rasa aku akan keluar kalau dipandangi terus. Ini memalukan” ujar Kuroko lirih. Ia memandangi tubuhnya sendiri dengan tangan terikat dasi.

“keluar?”

Tiba-tiba Akashi mendapatkan ide, bola imajiner berpedar di atas kepalanya. Ia berdiri dan berjalan ke depan kelas, mengambil kaca yang tergantung setinggi kakinya dan membawanya ke hadapan Kuroko.

“Akashi-kun? Apa-“

Tanpa memberikan intruksi Akashi menarik celana Kuroko sepenuhnya. Dasi Kuroko yang tergeletak di lantai di ambil. Cermin di sandarkan dihadapan Kuroko, sementara sebelah kaki kuroko ditekuk paksa dan diikat dengan dasi miliknya sendiri. Akashi berdiri lagi, mengambil tali sisa kegiatan menghias kelas tahun lalu di dalam lemari kelas. Ia kembali mengikat sebelah kaki Kuroko dengan posisi yang sama. Tak memedulikan rontaan si baby blue.

“nah, Kuroko. Silahkan kau lihat dirimu sendiri.”

Akashi menyeringai semakin lebar. Sandaran awal Kuroko berupa meja di ganti dengan dirinya sendiri. Kuroko didudukan mengangkang sampai lubang anusnya terlihat di kaca tadi.

“A-akashi-kun ..nh..”

nafas Kuroko kembali terengah engah. Melihat tubuh telanjangnya di depan kaca dengan posisi seperti ini membuat jantungnya berpacu tidak karuan.

Tangan Akashi segera beraksi. Ia menggenggam kejantanan Kuroko sampai yang bersangkutan menggelinjang di pangkuannya. Akashi meminjat perlahan

“terus lihat caraku melakukannya, Tetsuya”

Kuroko menurut. Ia mengamati kaca dengan tatapan sayu. Sesekali pantatnya terangkat spontan saat Akashi tiba-tiba menaikkan ritme pijatannya.

Rasanya dunia Kuroko berputar. Ia berkali-kali mendesah karena perlakuan Akashi. Lubang anus dan penisnya sudah berkedut kedut. Akashi tertawa nakal dibelakangnya. Sesekali menciumi bagian bawah lengan dan telinganya.

“Aku..aku..ahnn”

Kembang api rasanya meledak di kepala Kuroko. Ia menyemburkan cairan semennya di tangan Akashi, di lantai dan perutnya sendiri.

“belum selesai, Tetsuya.”

Akashi memasukkan satu jari tangan kirinya ke dalam anus Kuroko. Membuat Kuroko meringis kesakitan. “tahan sedikit” ujarnya lirih.
Jari dimasukan semakin dalam. Kuroko berusaha mengamatinya meskin bibirnya digigit kuat-kuat.

“urghh !”

Manik ruby itu membulat saat mendengar desahan lagi dari mulut Kuroko. Ia berhasil menekan titik prostatnya. Terbukti dengan desahan-desahan lain yang Kuroko keluarkan saat titik itu terus disentuh.

“Akashi-kun rasanya aneh.” Ujar Kuroko lirih.

Ikatan tangan dilepaskan Akashi. “menungginglah Kuroko.”

Kuroko mengerjap bingung. Tapi Akhirnya menurut saja. ia merangkat sampai wajahnya mendekati cermin. Melihat ‘miliknya’ bergelantungan di belakang sana melalui cermin membuat kuroko merunduk malu.

Sementara itu Akashi bersiap siap memasukkan 3 jari sekaligus. Ia sudah sangat lapar, tidak tahan berlama-lama menatap anus merah muda milik Kuroko.

“Arggh! Akashi-kun ! sakit !”

Benar, Kuroko kali ini berteriak kesakitan. Akashi tentu saja tidak tidak tega mendengarnya. Tapi memang harus begini persiapannya. Akashi memilih menulikan telinganya sampai teriakan Kuroko berubah jadi desahan-desahan kembali.

“Tetsuya ? masih sakit ?” tanya Akashi saat Kuroko berubah diam.

“eh ? rasanya enak Akashi-kun” jawab Kuroko polos. Akashi benar-benar sudah sampai batasnya. Ia segera menurunkan resleting celananya dan memposisikan kejantanannya di depan lubang Kuroko.

“Akashi-kun, memangnya muat ? punya Akashi-kun sangat besar”

“Tetsuya berhentilah mengatakan hal-hal yang berpotensi membuatku kehilangan kendali”

Kepala penis mulai dimasukkan.

“erggh! Akashi-kun! Kepalanya benar-benar besar! Anusku tidak nyaman.”

Kepala sudah terdorong masuk kedalam anus.

“sakit..” Kuroko mengerang sambil menunduk. Tubuhnya serasa dirobek dari dalam. “Akashi-kun.. pegang”

“apanya?”

“penisku”

Mendengus geli, Akashi menggapai penis Kuroko dan mengurutnya perlahan. mungkin dengan ini ia bisa meminimalisir rasa sakit akibat lesakan penisnya setelah ini.

“AAAH!!!”

Bibir Kuroko tergigit hingga berdarah tanpa sadar. Penis Akashi barusan didorong sampai masuk seluruhnya.

“Tetsuya??” panik, Akashi meraih dagu Kuroko dan menciuminya lembut. Darah dibibir dijilati hingga bersih. “gerakan pinggulmu kalau rasa sakitnya berkurang” katanya lagi, masih berusaha mengurut penis Kuroko.

“A-aku tidak apa-apa Akashi-kun. Engh.. la-lanjutkan sajahhnn.. pelajarannya”

‘pelajaran? Ah benar. Ini cuma pelajaran’
Penis mulai digerakkan. Akashi menciumi leher dan punggung Kuroko.

“Tetsuya..”

“emh...”

Tidak ada perlawanan, yang ada hanya erangan dan desahan dari kedua belah pihak. Akashi memang sedikit pilu saat mendengar kata ’latihan’ yang dikatakan Kuroko. Tapi ia menyadari kalau dari awal Kuroko memang bukan gay sepertinya.

Akashi jadi merasa dirinya jahat dan licik. Memanfaatkan kepolosan orang seperti Kuroko untuk memuaskan diri dengan dalih latihan. Tapi Akashi melakukannya dengan penuh perasaan. Meskipun nafsu berkali-kali hampir merebut kendali, ia tau ini adalah pengalaman pertama bagi Kuroko. Akashi harus memastikan Kuroko juga puas. Setelahnya ia akan meminta maaf dan mengatakan perasaannya dengan jujur.

Entah bagaimana reaksi Kuroko nanti, Akashi tidak mau memikirkannya.

permainan di akhiri dengan semburan sperma mereka bersama-sama. Kuroko langsung ambruk karena kelelahan. Akashi juga sebenarnya sudah sangat lelah. Tapi ia memaksakan diri mengambil kotak obat di lemari kelas.

“Tetsuya, terimakasih” bisik Akashi sambil menempelkan handsaplast dibagian pergelangan tangan Kuroko yang memerah.

“untuk apa ?” Kuroko terlalu lelah untuk membuka matanya, namun ia masih bisa mendengarkan Akashi.

“tidak. Tidak apa-apa.” Selesai.

 Akashi memakai seragam seperti semula. Kemudian membantu Kuroko memakai pakaiannya sendiri. botol air mineral dikeluarkan dari tas. Ditumpahkan ke ceceran sperma di lantai. Semuanya dilakukan Akashi sendiri. Kuroko hanya bergeser sedikit dari tempat duduk asalnya.

“pertunjukannya, semoga kita bisa melakukannya” ucapnya sambil mengecup dahi Kuroko.

“iya. 3 hari lagi, Akashi-kun”
.
.
.
“Cinderella. Maukah kau menikah denganku ?”

Akashi berlutut didepan Kuroko. Ditangannya ada sebuah kotak cincin yang terbuka lebar. Memperlihatkan permata putih berkilauan.

Sepatu kaca telah dipakai. Kuroko tersenyum dengan kedua mata berkaca-kaca. Sorakan penonton terdengar memenuhi isi panggung. Akashi menampilkan senyum terbaiknya.

“Ha’i” satu anggukan, rambut biru langit bergoyang bersama gaun biru senada. Cincin dipasangkan di jari manis. Akashi beranjak memeluk Cinderellanya.

“adegannya.. kau siap?” bisikan kecil ditelinga sukses membuat Kuroko memerah.

“Kita akan melakukannya? Disini ?” tanya Kuroko ambigu.

Akashi melepaskan pelukannya mengerjap bingung.

“apa maksudmu Tetsuya ?”

“sex” untung suaranya pelan. Akashi spontan tersenyum geli.

“tidak. Kita hanya akan berciuman”

Akashi segera menangkup kedua pipi Kuroko, membawa perlahan mendekati wajahnya. Mata mereka sempat bertatapan. Namun Akashi tak menemukan kekesalan di manik aquamarine itu.

“ciuuumm-ssu !!”

Kise berteriak dari arah penonton. Berada di barisan paling depan. Didekatnya ada Aomine dan teman-teman basket yang lain. Momoi mati-matian berjuang menahan mimisan.

“Akashi-kun. Lama”

Cup!

Bibir Akashi langsung diserbu Kuroko tanpa aba-aba. Akashi shock sampai lupa menutup mata. rambut merahnya ditarik mendekat oleh si baby blue.

“KYAAAAAAAAAA!!!!” Kise dan Momoi berteriak heboh bersama penonton yang lain. Tidak ada yang menyangka ada adegan ciuman di drama kali ini. Nijimura hanya tersenyum-senyum aneh di belakang panggung.

Perlahan kedua manik ruby mulai bersembunyi di balik kelopaknya. Kuroko menciumnya. Akashi mengulang kalimat itu berkali-kali dalam hati. Namun ada hal lain yang mengganggunya.



Usai pentas, di ruang rias.

“Akashi-kun! Kenapa kita hanya berciuman saja?”

Akashi malas menoleh, di samping bangkunya Cinderella sedang memandangi garang dengan pinggang bertolak.

“memangnya kau mau ditonton sedang melakukan sex bersamaku?”

Pipi Kuroko memanas. Untung ruang rias kosong. Semua sibuk stanby di panggung, mendandani sekaligus menonton akting Kise dan Momoi di drama selanjutnya.

“b-bukan begitu!”

“lalu kenapa Tetsuya ?”

“jadi apa artinya kegiatan kita di kelas tempo hari? Aku sangat sulit berjalan selama 2 hari karena itu, Akashi-kun”

Kuroko membuang pandangan saat mengatakannya. Akashi mendengus geli.

“apa boleh buat. Sepertinya memang harus kukatakan saja”

Menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan wajah tenang. Akashi beranjak dari tempat duduknya. Berdiri berhadapan dengan Kuroko yang sudah kembali menatapnya.

“Tetsuya. Yang kulakukan kemaren. Apa sudah pernah kau lakukan dengan orang lain?”

“Akashi-kun yang pertama melakukannya”

Akashi bersyukur dalam hati.

“Apa kau bersedia melakukannya jika orang lain mengajakmu?”

Kuroko tidak langsung menjawab. Azure nya beralih sebentar, jari telunjuk bergerak mengetuk bibir. Berfikir.

Apa ia akan melakukannya jika bukan dengan Akashi ?

Jawabannya adalah “tidak!”

“kenapa?”

Kuroko terdiam lagi. Ia tidak tau. “Akashi-kun, jika aku bertanya hal yang sama. Akashi-kun akan menjawab apa?”

Akashi tertegun. Kemudian senyum segera mengembang di wajah tampannya.

“tentu saja aku melakukannya karena Aku menyukai orang itu, Tetsuya”

Alis Kuroko terangkat satu. “Akashi-kun melakukannya denganku.” Katanya mengingatkan.

“iya. Lalu ?”

“aku ini laki-laki. Akashi-kun harusnya menyukai perempuan”

“Tetsuya, aku seorang gay.”

Mata biru besar membulat. Akashi? Akashi Seijuuro yang itu seorang gay?

Jadi.. jadi.. selama ini..

“Akashi-kun..” air liur diteguk kasar. “-menyukaiku?”

Akashi membalasnya dengan anggukan mantap.
Kuroko terpaku. Tak percaya. Ia tidak keberatan melakukannya dengan Akashi karena merasa ini bagian dari latihan. Tapi jika bukan dengan Akashi. Kuroko tidak mau.

Apa itu artinya Kuroko juga menyukai Akashi?

“jawab Tetsuya. Apa kau akan membenciku setelah ini?”

Tidak dijawab.
Kuroko tidak membenci Akashi. Hanya terlalu kaget sampai-sampai bibirnya sulit digerakkan.

“Tetsuya. Kau.. mau jadi kekasihku?”

‘Gila! Ini semua gara-gara Nijimura-sensei!’ Kuroko merunduk dalam.
‘Aku dan Akashi-kun jadi dibuat bimbang dengan status ke-normal-an kami. Aku masih normal! Normal! Tapi Akashi-kun terang-terangan mengaku dia adalah gay. Kalau begini, aku tidak boleh mau menang sendiri. Aku harus merasakan penderitaan yang sama dengan Akashi-kun. Dia sudah sangat baik mau memberiku latihan tempo hari’

Pemikiranmu terlalu polos, nak.

Kuroko mengangkat kepalanya. menatap manik ruby yang memandanginya penuh harap.

“aku..”-akan membantu Akashi-kun. Kita akan menjadi gay bersama-sama. Lalu menjadi normal lagi bersama-sama.

Tetsuya ?”

“Aku akan menjadi kekasih Akashi-kun.”

Kuroko mengucapkannya berapi-api.
Waktu serasa berhenti seketika. Akashi mengunci pandanganya kepada dua bola mata biru yang dicintainya.

Tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Akashi bahagia sampai rasanya ingin berteriak atau minimal tersenyum-senyum selebar Kise. Tapi itu bukan gayanya. Akhirnya hanya keningnya yang mengerut terharu. Langsung memeluk tubuh berbalut gaun di hadapannya.

“Terimakasih Tetsuya”

Tangan si baby blue balas memeluknya dalam diam. Membiarkan Akashi menelan bulat-bulat kesalahpahaman hasil fikiran polosnya.

Seandainya Akashi tau, betapa bimbangnya Kuroko saat itu. niatnya murni untuk membantu. Sementara Akashi terlalu bahagia sampai tidak menyadari keresahan hati Kuroko. Dan dimulailah.. hubungan penuh kebohongan di antara keduanya.

Owari

Fanfic ini didekasikan untuk memenuhi Event challenge dari Ichi-chan di group AKAKURO LINE!
Maafkan kalo ceritanya ga nyambung atau ga jelas. Ini smut story pertama saya.
Mohon di review. Lewat LINE atau disini juga ga masalah.
Salam Author

15/06/15

Daily Story : In The Middle Of Practice (Aokise Version)



Fandom : Kuroko No basket

Genre : Romance

Pairing : Aomine Daiki/Kise Ryouta

Warning! : Shonen ai, BL, Yaoi, pokoknya kalo kalian gasuka yang berbau boyxboy cepet2 klik silang di pojok kanan atas aja.
.
.
.
Anime belongs to Tadatoshi Fujimaki but the story is mine.
Proudly present, enjoy !



Bagi seorang Kise Ryouta menjadi pemain tim inti lebih awal saat masuk klub bukanlah hal yang mengejutkan.
Sudah sewajarnya. Itulah yang ia fikirkan awalnya.

Tapi sekarang ia sadar bahwa dirinya cukup beruntung untuk masuk tim inti klub basket Teiko. Cukup beruntung bertemu teman-teman hebat yang peduli padanya. Kuroko yang ramah, Akashi yang peduli, Murasakibara yang lucu, dan Midorima yang Tsundere.

Dan ia tak akan pernah lupa dengan orang yang membuatnya tertarik pada basket untuk pertama kalinya.
Aomine Daiki.

Aomine adalah orang pertama yang ia idolakan selain dirinya sendiri. Orang yang berhasil membuatnya terkagum-kagum sampai merengek meminta bermain one on one setiap usai latihan.

Terimakasih kepada Aomine yang sering sekali mengatainya payah sehingga ia bisa menjadi seperti sekarang. Kise sangat tau Aomine bukan tipikal seseorang yang ramah. Jadi ia lebih mengarahkan kata-kata kasar dari pria itu ke hal yang membuatnya termotivasi.

"Masih terlalu cepat seratus tahun bagimu untuk mengalahkanku Kise!" kata Aomine sambil memamerkan senyumnya , membuat Kise yang membungkuk kelelahan kembali menegakkan badannya.

"Kalau begitu aku akan mempercepat seratus tahun itu!" begitulah cara Aomine membuat Kise bersemangat lagi. Ia punya taktik sendiri untuk menyulut stamina pemuda blonde yang merangkap atlet baru sekaligus model itu. Tak akan ia biarkan Kise menyerah begitu saja dan melupakan hal yang membuatnya berada di gym ini.

Biasanya seperti itu.

Namun hari ini bukanlah hari bagus untuk Kise. Badannya terasa sangat lemah dan kepala nya serasa berputar.
Salahnya kemarin tidak mendengarkan nasehat Akashi untuk menunda pulang karena hujan dan lebih memilih untuk menyelesaikan pekerjaan modelingnya yang padahal bisa ditunda.

"Kise, kau kenapa ?" ia bahkan tidak menyadari Aomine yang telah duduk disampingnya. Menyerahkan minuman isotonik yang dibagikan Momoi. "Tumben kau tidak berisik" sambungnya lagi.

Kise mengambil botol minuman dengan kasar.
Ia tau Aomine hanya bercanda. Biasanya juga seperti ini. Tapi entah mengapa hari ini Kise agak sedikit sensitif. Dia menoleh dan memberi Aomine tatapan tajam. Kepalanya sangat pusing, ia tidak dapat berfikir jernih sekarang.

"A-apa ? Kenapa wajahmu seperti itu ? Kau sedang datang bulan ya ?" tapi Aomine yang bodoh ini tak cukup peka.
 Akashi dan Kuroko yang mengamati dari jauh hanya menggeleng prihatin. Midorima yang berada tak jauh dari mereka hanya bergumam "bodoh" dalam hati. Sedangkan Momoi cepat-cepat mendekati mereka namun di halangi oleh Murasakibara.

"Kenapa Mukkun ??" tanya Momoi pada cowok berambut ungu tersebut.

"Aku tidak tau Momochin, tapi Akachin bilang biarkan mereka berdua saja." dan Momoi langsung menoleh ke Akashi.
Akashi sudah menatapnya duluan. Kemudian menggeleng memperingati Momoi  untuk jangan mendekati mereka. meskipun Momoi tidak terlalu paham maksud Akashi ia akhirnya menurut saja dan memerhatikan mereka dari jauh.

"Aominechii berhentilah mengatakan hal-hal bodoh-ssu" Kise menunduk, menyangga kepalanya dengan dua tangan seakan kepalanya akan jatuh. Aomine mengerjap bingung. Tak biasanya Kise menanggapi candaannya serius seperti ini. Biasanya Kise akan berkata Jahat-ssu dan pura pura menangis.

"Kau sensi sekali ? Memangnya ada apa ?" Aomine mulai sadar kalau ada yang aneh dengan pemuda berambut kuning itu

"Kepalaku sakit, Aominechhi!" ujar Aomine dengan nada agak tinggi. Emosinya memang sering labil kalau kesehatannya terganggu.

"Kau sakit ? Memangnya orang sepertimu bisa sakit juga ya ?" Aomine tertawa mengejek. Membuat Kise semakin naik darah. Momoi ingin sekali melempar sepatu kepadanya sekarang. Sedangkan Akashi rasanya ingin melempar gunting sekarang juga. Kuroko sudah mengeram dan ingin memukul Aomine kalau saja Akashi tidak menggenggam tangannya.

"tinggalkan saja aku sendiri Aominechii !" akhirnya Kise berteriak kepada Aomine. Membuat cowok itu agak shock dan hanya bisa mengerjap saat Kise beranjak dan siap-siap pergi dari hadapannya.

Belum selangkah Kise pergi dari Aomine, Kise sudah linglung dan terjatuh karena kepala nya terasa berputar-putar.

"O-oi !! Kise !" Aomine spontan menangkap Kise yang hampir terbentur bench. Menyandarkannya di pangkuan dan menyadari bahwa cowok itu sudah hilang kesadarannya. "Kise ! Oi ! Bangun !!"

"Kii-chan !!"

"Kise-kun !"

"Daiki, kau harus menolongnya !"

"Araa ? Kenapa dengan Kisechin ?"

"Dia terkena vertigo nodayo"

Tanpa mendengarkan perkataan teman-temannya Aomine segera menggendong tubuh Kise dan membawanya ke uks. Teman-temannya yang lain mengikuti dari belakang.

"Astaga, kenapa bisa seperti ini" suara Aomine terdengar serak.
Sesampainya di uks, Kise dibaringkan di atas ranjang pasien. Momoi dan Midorima bergegas mencari obat karena saat itu hari sudah gelap dan guru uks sudah pulang kerumah.

"Kemarin malam Kisechin hujan-hujanan karena ingin menyelesaikan pekerjaan modelnya." ujar Murasakibara yang langsung ditanggapi tolehan oleh Aomine."waktu itu Minechin sudah pulang makanya tidak tau"

Aomine langsung memandang Akashi dengan geram "Kenapa kau tidak mencegahnya, Akashi ? Bukannya kau itu kapten ? Harusnya kau peduli dengan kesehatan teman setim mu ! Kenapa malah membiarkannya hujan-hujanan untuk menyelesaikan pekerjaan bodoh itu ?!"

"Akashi-kun sudah melarangnya, Aomine-kun tapi Kise-kun yang bersikeras mau pergi. Tolong jangan menyalahkan Akashi-kun seenaknya" Kuroko maju kedepan Akashi. Menghalangi pandangan Aomine dan inilah pertama kalinya Aomine melihat Kuroko sangat marah. Ia tau Kuroko juga mengkhawatirkan Kise.

 Akashi hanya meraih pundak Kuroko dan menariknya kepelukannya.
"Tenanglah Tetsuya."

"Maaf aku sudah menyalahkanmu Akashi" Aomine memandangi Kise lagi. Wajah Kise terlihat sangat kesakitan saat ini. Ia jadi penasaran kenapa Momoi lama sekali.

"Dai-chan ! Ini obatnya" tiba-tiba saja Momoi muncul bersama Midorima, ia menyerahkan obat dan botol air mineral kepada Aomine.
Dengan bantuan Midorima Kise didudukkan dan meminum obat dari Momoi.

Beberapa saat kemudian Kise sadar. Ia mengerang saat mencoba membuka matanya. Kepalanya masih pusing.

"Kise! " panggil Aomine khawatir.

"Aominechii.. Semuanya..maaf telah merepotkan kalian" Kise tersenyum lemah. Sudah berhasil membuka matanya.
Ia kemudian duduk dibantu Momoi.

"Hati-hati Kiichan"

"Kau seperti orang tua saja" meskipun khawatir Aomine sempat-sempatnya mengejek Kise.
Namun Kise hanya membalasnya dengan tawa renyah seperti biasanya. Aomine menghela nafas lega.

"Tidak, Kise-kun. Sebenarnya yang menggendongmu ke sini hanya Aomine-kun" ujar Kuroko balas tersenyum.
Kise memandang Aomine dengan wajah kaget. Dan Aomine hanya membuang muka ke arah lain. Kise dapat melihat rona samar di kulit tan Aomine. Itu membuat perasaannya hangat.

"Kalau begitu kami pulang dulu. Tolong antar Ryouta sampai kerumah, Daiki"

"Tapi Satsuki-"

"Aku pulang dengan Mukkun dan Midorin, Daichan. Tolong jaga Kiichan yaa"

Aomine hanya memandangi teman-temannya yang berjalan menjauh. Kuroko sempat mengangguk dan Momoi mengedipkan mata kepadanya.
Tapi sungguh. Ia tak mengerti maksud mereka.

"Maafkan aku tadi membentakmu Aominechii" Kise tiba-tiba berbicara dengan wajah menunduk. Ia menyesal telah lepas kendali terhadap Aomine.

"Bodoh, jangan berwajah seperti itu. Kau harusnya mematuhi kata-kata Akashi dan tidak menerobos hujan kemarin malam" Aomine tersenyum dan menepuk kepala Kise. Membuat pemuda bermanik emas itu ikut tersenyum.

"Ngomong-ngomong apa benar Aominechii tadi yang membawaku ? Apa tidak berat-ssu ?"

Benar juga, Aomine tadi terlalu khawatir sampai tidak sadar kalau Kise memiliki berat badan yang tidak ringan. Tapi rasanya tadi tidak terlalu berat juga.

"Entahlah. Aku tadi tidak sadar menggendongmu kesini" jawab Aomine tanpa melihat ke Kise. Tangannya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Blush ! Wajah Kise memerah mendengar kata 'menggendong' dari Aomine.

"Maaf ya Aominechii" ujar Kise setengah menunduk.

"Kau ini minta maaf terus." Aomine duduk di ranjang Kise, meletakkan tangannya di dahi Kise. "Ngomong-ngomong bagaimana keadaanmu ? Masih sakit"

Kise spontan tertawa ia menurunkan tangan Aomine dari dahinya.
"Aku vertigo Aominechii, bukan demam. Dan sekarang aku baik baik saja"

Aomine melirik tangannya yang masih digenggam Kise namun tak berniat menegurnya. "Wajahmu merah. Kukira kau demam" elaknya.

"Itu.." Kise membuang muka "itu karena Aominechii"

Sekarang gantian wajah Aomine yang memerah.
Hening menyelimuti ruangan uks.
Aomine dapat mendengar bunyi degup jantung yang sangat cepat.
Jantung siapa ? Dia atau Kise ?

Aomine mencoba melihat wajah Kise yang masih menghindari kontak mata dengannya.
Wajahnya putih bersih dan tampan. Wajar karena Kise adalah seorang model. Kise memiliki bulu mata yang panjang dan garis wajah yang cantik. dan bibirnya merah seperti perempuan.
Aomine mengingat ingat sikap Kise yang kadang manja padanya. Kadang dengan Kuroko. Tapi itu tidak menggaggunya karena ia tau Kise tak punya perasaan selain menghormati dan menyayangi Kuroko sebagai seorang sahabat.
Dan untuknya ? Bagaimana dengannya ? Bagaimana perasaan Kise padanya ?
Bagaimana perasaannya pada Kise ?

Aomine memindahkan tangannya yang tak dipegang Kise ke dadanya sendiri.

Deg

deg

deg.

Ah.. Ternyata suara jantungnya.

"Kise.." panggil Aomine. Kise menoleh.

Emas dan biru donker bertemu dalam satu garis lurus.

"Aku menyukaimu.." suara Aomine menghilang. Ia menunduk sebentar. Kemudian menatap kise lagi. "Aku tidak tau bagaimana harus mengatakannya karena kita sama-sama laki-laki. Aku heran kenapa Akashi dengan mudahnya mengatakan hal ini kepada Kuroko dan berciuman di depan kita. Maksudku, kalau kau merasa aneh karena ini aku minta ma-"

Aomine tidak dapat melanjutkan perkataannya karena bibirnya telah dibungkam oleh bibir Kise.
Ciuman dalam yang penuh perasaan.
Ini ciuman pertama yang tak pernah Aomine bayangkan.
Ia dulu memimpikan akan berciuman dengan wanita berdada besar seperti mai-chan.
Tapi itu bukan masalah sekarang. Ia menikmati ciuman ini.
Ia menyukainya.

Aomine menutup matanya perlahan. Memindahkan kedua lengannya ke punggung Kise sementara Kise menarik kepala Aomine lebih dekat padanya.

Setelah cukup lama, akhirnya mereka melepas ciuman itu.
"Aku juga menyukai Aominechii."
Ujarnya sambil tesenyum lebar.
Aomine tak dapat menahan diri untuk menarik Kise kepelukannya lagi.

Sementara itu diluar pintu 5 pasang mata sedang mengintip di jendela uks.
Momoi wajahnya merah padam tak menyangka kalau ternyata Aomine menyimpan perasaan kepada Kise.

"Dai-chan sudah punya pacar. Aku kalah dengan Daichan hueeeeee !!!!" Momoi menangis memeluk pinggang Murasakibara.

"Aku tidak kaget dengan ini semua nodayo. Tapi bukan berarti aku telah memperhatikan mereka selama ini nodayo" komentar Midorima sambil membenarkan kacamatannya.

"Momochin ingusmu jangan sampai menempel. Nyam..nyam" Murasakibara memakan snacknya sambil mencoba melepaskan Momoi dari pinggangnya

"Syukurlah mereka bisa bersama-sama. Aku sudah tau kalau mereka memang saling menyukai" ujar Kuroko dengan senyum tipis.

"Aku menebak mereka akan jadi pasangan paling berisik di sekolah" Akashi menyeringai dan merangku Kuroko. "Ayo pulang".

(Owari)

Ini lanjutan fandom Knb yang sebelumnya. Maaf agak lebay ya. Saya ga tau lagi gimana harus menggambarkan love story otp saya yang satu ini. :'
See you next post

kenapa FUJOSHI ?

Ini postingan tentang saya nih gaes..

Mungkin beberapa dari kalian dan para temen saya penasaran kenapa saya bisa jadi seorang fujoshi.
Hehehe..

Darimana saya tau ada genre begitu ?
Saya udah lama tau. Cuma denger dan liat kenyataan saja dari anime-anime dan manga yang udah pernah saya liat dan baca. Anime yaoi pertama saya Love Stage.

Bagaimana reaksi awal ketika mendengar pengertian fujoshi ?
Biasa aja. Itukan permainan imajinasi menurut saya ya. Awalnya penasaran apasih fujoshi itu ? Terus saya searching deh di mbah google. Wuidih banyak banget yang ngejelasin pengertiannya. Berbagai tanggapan pula tuh. Bagi yang fujoshi nya sih ngejelasinnya dengan penuh kehati-hatian. Bagi yang awan ya ngejelasinnya pake acara mojok mojokin gitu --

Apa fujoshi itu otaku ?
Belum tentu. Kayak saya. Saja bukan otaku.

Kenapa memutuskan jadi fujoshi ?
Bukannya memutuskan. Tapi menurut saja BL itu imut gitu aja hehehee.. BL/Yaoi ya bukan GL/Yuri.

Apa pasangan anime bisa di jadikan yaoi ?
Bisa. Tapi enggak di saya. Kan tiap orang bebas milih otp. Saya ga suka sasunaru. Bagi saya kalo anime naruto itu harus pairing straight. Maksudnya. Kalo masih ada cewek yang pantas dipasangin sama chara cowok nya, kenapa harus yaoi.

Bagaimana karakteristik otp kamu ?
Sejenis Akakuro pokoknya. Satunya harus imut (yang jadi uke) dan satunya ganteng dan gagah (yang seme). Nah kalo Akakuro kan Akashi gagah terus Kuroko imut.

Apa masih suka genre normal (straight) ?
Iya dong jelas. Aku suka Sasusaku, Naruhina, Saiino, Shikatema, Shuinori, dll kok. Kalo emang genre ori anime nya ada romance dan real pairing saya biasanya dukung banget.

Bagaimana pandangan tentang yuri ?
Saya benci pairing yang itu -- geli. Aneh ya ? Padahal saya Fujoshi. Tapi saya biasa aja sama para Fudanshinya. Ya itukan hak mereka suka yuri. Sama kaya pandangan para Fujoshi ke Yaoi.

Apa semua fujoshi suka yaoi ?
Kebanyakan. Tapi saya enggak terlalu. Meski kadang baca. Tapi saya lebih suka yang masih kisaran boys love aja.

Bedanya yaoi dan BL(boyslove) ?
Yaoi itu hubungan romantis antar cowok yang berakhir dengan kegiatan seksual. Kalo Boys Love paling parah ya ciuman.

Nah gaes, meskipun ga ada yang nanya secara langsung, saya baik ya udah mau ngejelasin. :'
So please, don't judge fujoshi if you don't know about 'em at all.
Sorry sok inggris T_T
Jangan pandang sebelah mata segala sesuatu yang belum kamu tau pasti ya. Karena semua orang punya alasan sendiri mengenai hoby mereka.

Fujoshi/Fudanshi apa sih ?

Seperti yang pernah saya katakan. Kali ini saya akan memposting apa sih Fujoshi dan Fudanshi itu ?

Kalo kamu penasaran saran saya jangan cek ke w*kpdia deh. Soalnya saya penjelasan di sana agak memojokkan dan terlalu dalam menjelaskan apa yang disebut Fujoshi dan Fudanshi.
Dan bagi yang gapernah denger pasti langsung nanggepin negatif ke para fujoshi dn fudanshi. Jangan gitu deh ya.
Jadi langsung ya gaes..


1. Fujoshi
Fujoshi itu kelompok cewek-cewek (otaku dan bukan otaku. Asal cewek) yang menyukai cerita anime atau hal2 berbau yaoi, boys love, atau gampangnya percintaan antara cowok dan cowok.

Nah maksudnya seperti ini, misalkan saja kalian suka genre film sadis atau bertema pembunuhan. Tapi belum tentu kalian adalah orang sadis kan ? (Dapet perumpamaan dari blog tetangga)

Jadi kalo ada yang bilang Fujoshi itu penyakit, itu salah ! Sekali lagi SALAH BESAR ! Okeeee ?! Fujoshi cuma sebutan bukan PENYUKA genre. Bukan PELAKU genre.
Kalo pelakunya ya disebut yuri(lesbi).

Dan yang paling penting gaes..
Hampir semua fujoshi itu HATERSnya alias pembenci genre Yuri.

2.Fudanshi
Kebalikan dari fujoshi. Mereka adalah kumpulan lelaki (dari golongan otaku dan bukan otaku) yang suka sama genre yuri (lesbi).

Tapi entah kenapa para fudanshi ga terlalu suka kalo mereka disebut dengan istilah ini.
Dan sekali lagi. Mereka hanya PENYUKA bukan PELAKU.

Dan seperti Fujoshi juga, Fudanshi itu HATERS yaoi gaess.

Oke, saya kira udah jelas ya ?
Awas aja kalo ada yang bilang Fujo/Fudan itu kelainan :'

Saya sendiri Fujoshinya Akakuro, Aokise, dan Sebaciel.

Cara favorite saya Akashi Seijuuro ❤

Thanks gaesss

12/06/15

Daily Story : in The Middle of Practice (Akakuro version)


Fandom : Kuroko No basket
Genre : Romance
Pairing : Akashi Seijuuro/Kuroko Tetsuya
Warning! : Shonen ai, BL, Yaoi, pokoknya kalo kalian gasuka yang berbau boyxboy cepet2 klik silang di pojok kanan atas aja.

Anime belongs to Tadatoshi Fujimaki but the story is mine.
Proudly present, enjoy !
.
.
.

Akhirnya Kuroko menjadi bagian dari tim inti tingkat 1. Seperti yang diharapkannya selama ini. Ia sudah membuat perjanjian dengan teman baiknya sejak beberapa tahun lalu dan sudah menepatinya hampir 70 persen.
Belum lagi dia mendapatkan banyak teman baru yang super baik padanya. Aomine Daiki yang supel, Kise yang ceria, serta Midorima yang perhatian meskipun agak tsundere dan Atsushi yang baik (sering membagi cemilan ke Kuroko).
Satu lagi.
Kuroko tak akan melupakan sedikitpun siapa yang berjasa atas keberhasilannya masuk tim inti.
Dialah Kapten Klub Basket Teiko. Akashi Seijuuro.


Kuroko kini tengah berada di tengah-tengah waktu istirahat latihan rutin klub. Ia mendudukan diri di bench terdekat dengan memegang sebotol air mineral yang dibagikan Momoi.
Mata aquamarine nya menjelajah ruangan persegi panjang itu dengan seksama. Mengamati Kise yang merengek ingin bermain one-on-one dengan Aomine, beralih ke Midorima yang memperbaiki lilitan perban di jari-jarinya, kemudian ke Murasakibara yang duduk di lantai memakan camilannya.

Meski orangnya tak sebanyak di tingkat 3 dulu, ruangan ini tetaplah pengap.
Aura berat yang tercipta sejak kapten mereka yang ia sebut Nijimura diganti dengan Akashi, semakin terasa jika waktu latihan sudah memasuki pertengahan.

Iris azure kuroko akhirnya berhenti pada pemilik surai scarlet alias Akashi Seijuuro yang tengah berdiri di dekat pintu gym. Akashi mengamati kertas tipis di atas alas dengan mimik serius. Sesekali wajahnya menoleh dan mengobrol dengan Momoi mengenai perkembangan tim basket mereka.

Akashi Seijuro memang tipikal orang misterius dan mendekati sempurna.
Dia adalah calon ketua Osis dan wakil kapten saat tahun pertama masuk tim inti. Sekarang di tahun kedua ia sudah menjadi ketua Osis dan kapten tim tanpa terlihat tertekan atau kesulitan sedikitpun.

Mengenai pelajaran, seingat Kuroko Midorima pernah mengatakan kalau Akashi adalah murid terpintar se SMP Teiko.
Dia juga diberkati dengan kemampuan prediksi dan skill basket luar biasa. Lebih dari itu, ia memiliki wajah yang sangat tampan. Dan lagi banyak hobi yang ia kuasai.
Shogi dan berkuda adalah dua diantaranya.

Kuroko mengerjapkan matanya. Bingung dengan fikirannya barusan. Kenapa ia memuji muji Akashi sebegitunya? Kenapa dia bilang Akashi tampan? Kuroko akui Akashi memang tampan. Tapi apa-apaan reaksi jantungnya barusan? Debarannya terasa sekali. Belum lagi pipinya agak hangat sekarang.

Kuroko meneguk liur, kemudian kembali memandangi cowok bermanik ruby itu dengan hati-hati.
Ada sesuatu yang membuatnya penasaran.

Sebuah bola basket menggelinding mendekati Akashi. Hasil one-on-one Kise dan Aomine. Mereka membiarkan Akashi memungut bolanya dan mengambil bola lain di keranjang bola dekat Murasakibara duduk.

Bola dipantulkan dua kali.
Kuroko kembali mengamati Akashi.
Cowok itu memandang ring basket yang tak terlalu dekat dengannya. Kalau posisi ini biasa nya Aomine akan menggunakan lay up untuk memasukkan bola. Kalau Akashi apa yang akan dilakukannya? Apa dia juga akan membuat dunk?
Kuroko ragu.
Tinggi Akashi sepertinya akan jadi halangan. Kise saja masih belum bisa sepenuhnya.

Akashi masih memegang bolanya dengan mimik serius. Kemudian perlahan memposisikan badannya seperti ingin melakukan shoot.

"Shoot? Dari samping? Sejauh itu? Apa dia bisa?" pertanyaan sekaligus rasa penasaran berputar di kepala Kuroko kala menunggu gerakan Akashi selanjutnya.

Akashi berkonsentrasi, matanya bak batu ruby menatap lurus ke ring di atas.
Ia kemudian melompat dan melempar bola ke arah ring.

Kuroko dapat mendengar Midorima berkomentar "akurasinya tepat nodayo" meskipun sangat pelan.
Cowok dengan helaian rambut hijau itu entah sejak kapan telah berada di bench yang sama dengan Kuroko. Hanya saja dia duduk di sudut yang berlawanan dengan Kuroko.

Dash!

Bola masuk.
Kuroko tersenyum tanpa sadar. Kelegaan ia rasakan sampai ia menghela nafas cukup keras.
Mengacuhkan Midorima yang kini perhatiannya beralih ke Kuroko.
Bukan.
Bukan ke Kuroko.
Tapi Akashi yang sudah berdiri di samping Kuroko.

"Kau dari tadi memandangiku?" kata-kata Akashi lebih terdengar  seperti pernyataan ketimbang pertanyaan di telinga Kuroko.
Bak orang yang tertangkap basah karena melakukan sesuatu Kuroko gugup bukan main.

Namun bukan dirinya kalau ia tak bisa menyembunyikan suasana hatinya yang panik sekarang.

"kapan kau berjalan ke sini Akashi-kun?" alih-alih menjawab, Kuroko melempar pertanyaan lain dengan wajah yang sudah kembali datar. Akashi terkekeh. Agak geli dengan reaksi Kuroko yang dapat dibacanya jelas.

"Sejak kau menghela nafas sampai memejamkan mata gara-gara melihat shootku tadi, Tetsuya" jawab Akashi, kini ia berdiri di hadapan Kuroko.

Midorima beranjak entah kemana. Menyadari atmosfer yang seakan mengatakan "tinggalkan kami sendirian" kepada dirinya.
Lagipula pagi tadi ia diperingatkan untuk tidak dekat dekat dengan sagitarius kalau yang bersangkutan sedang bersama aquarius.

"Bagaimana Akashi-kun tau kalau aku mengamati mu?" pertanyaan lain lolos dari bibir tipis Kuroko. Wajah polosnya terlihat menggemaskan bagi Akashi.

"Mana mungkin aku tidak sadar kalau ada orang yang melihatku dengan tatapan intens, Tetsuya" seringaian mengembang di wajah Akashi. Kuroko pura-pura menunduk, menyembunyikan rona tipis di kedua pipinya.

"Oh"

"Nah Tetsuya bagaimana kalau sekarang kau kuhukum karena sudah berani memandangiku seperti itu? Aku hampir meleset karena itu lo"
Kuroko tau Akashi berbohong.
Seorang Akashi Seijuuro tak akan meleset tembakkannya kalau hanya karena ditatap intens oleh orang seperti Kuroko.
Tapi Pemuda beriris baby blue itu lebih penasaran dengan hukuman yang akan diberikan si surai scarlet padanya.

"Apa hukumannya, Akashi-kun?"

Akashi menyeringai makin lebar dan membungkuk agar wajahnya dan Kuroko sejajar. Kemudian sedikit demi sendikit bergerak maju guna mempersempit jarak mereka berdua.

Dua pasang manik berbeda warna akhirnya sama-sama menutup saat bibir mereka bersentuhan.

'Bibir Akashi-kun lembut dan hangat'

Aroma mint dan vanila bercampur jadi satu di indera penciuman Kuroko. Lengkungan senyum secara tak sengaja terbentuk di tengah ciuman mereka.

Akashi melepaskan ciuman pelan-pelan. Membuat Kuroko mengerjap bingung karena pasokan oksigennya masih ada.

"Tetsuya..Kau harus jadi kekasihku dan aku tak menerima penolakan darimu."

"Perlu kutegaskan padamu Akashi-kun. Aku laki-laki",

"Aku tidak peduli. Jadi apa jawabanmu ?"

Kuroko mengulum senyum sebelum menjawab pertanyaan Akashi.
"Akashi-kun tidak menerima penolakan, jadi aku tidak akan menolak"

"Anak baik"
Lalu mereka berdua melanjutkan ciumannya dengan hati berbunga bunga.


Sementara itu di pojok ruangan ada 5 pasang mata yang sedari tadi mematung karena menonton adegan yaoi dadakan. Mereka merapat ke posisi Murasakibara secara kompak. Karena sudut inilah yang paling strategis untuk nonton adegan barusan.

"Aku benar-benar harus move on dari Tetsu-kun, huweeeee Dai-chan !!!" Momoi menangis memeluk pinggang Aomine.

"Move on saja ke Mine-chin, Momo-chin" kata Murasakibara kembali memakan maiubonya yang tadi sempat terhenti gara-gara Akashi dan Kuroko.

"Mana bisa begitu, aku sudah punya orang yang kusukai. Satsuki ini temanku dari kecil saja" Aomine mendengus kesal, berusaha melepas pelukan Momoi. Sementara orbs shapphire mencuri pandang ke Kise disampingnya.

"Enak ya jadi Kuroko-cchi bisa bersama orang yang disukainya, benarkan Midorima-cchi?" Kise tersenyum lembut kearah dua sejoli itu.
Aomine mengerutkan kening.

"Terserah, nodayo"



Owari



Ini fanfict Sho-ai pertama saya.
Jadi biar saya tekankan disini saya ini fujoshinya Akakuro, Aokise, dan Sebaciel.
Masih penasaran apa itu fujoshi? Ntar lain kali saya posting deh pengertian tentang fujoshi yaaa.
Tapi jangan mikir negatif dulu say. (Oiya Kebanyakan para fujoshi biasanya haters yuri. Begitu juga para fudanshi mereka biasanya haters yaoi).
Kalo baca yuri atau denger peristiwa yuri, saya bisa gatel-gatel gitu saking alerginya.
Hehehe lebay ya.
Tapi benerkok.
Geli aja liat cewek sama cewek.
Kaya ga ada cowok lain aja ah --.

Okey then.
See you next post !

*yaoi = boyxboy
*yuri = girlxgirl

*Fujoshi = yaoi lovers yang mayoritasnya para cewek
*Fudanshi = yuri/yaoi lovers yang mayoritasnya para cowok

11/06/15

Daily Story : Kiseki and Kuroko's Normal Day

Fandom : Kuroko No Basuke

Genre : Humor, friendship

Cast : Kuroko, Momoi, Generation Of Miracles

AN : garing, typos, dan ga jelas :'). Tapi selamat menikmatiiiii !!!

Anime punya Tadatoshi Fujimaki. Jalan cerita ininya aja punya aku, pinjem ya tokohnya sensei :3
.
.
.
.

Latihan pagi
Satu lagi hari biasa yang dilewati klub basket smp Teiko. Latihan neraka, aturan-aturan absolut dari sang kapten kece Akashi Seijuuro, dan..
"Ada apa Tetsuya ?" katanya pada seseorang yang menghampirinya
"Akashi-kun, aku mau ijin ke toilet uff-l)l
Pemilik surai biru langit Kuroko Tetsuya, sedang berusaha menahan gejolak di perut yang hampir keluar dari mulutnya. Kulitnya pucat dengan sebelah tangannya menutup mulut. Mual.
"Aaa kurokochii kenapa-ssu?"
"Kuroko jangan sampai muntah disini lagi nodayo !"
Cowok berambut kuning dan hijau-kise dan midorima- meneriaki Kuroko dari jauh. Akashi hanya menghela nafas dan menyuruh gadis berambut pink disampingnya mengantar Kuroko.
"Tetsu-kun kuantar ya ?" ujar Momoi memegangi bahu kuroko yang sudah membungkuk lemas. Modus. Akashi langsung mengeram bak edward di film twil*ght
"Kurokochii kurang darah-ssu ? Makanya minum obat sakit kepala-ssu"
Krik.. Tolong abaikan.

"Oi akashi, Tetsu bilang mau ketoilet. Kenapa malah Satsuki yang mengantarnya?" protes Aomine Daiki, ia menghampiri Kuroko dan membantunya berdiri. Setengah tak rela karena bukan dirinya yang disuruh nganter si bayangan.
"Aku mau Satsuki yang mengantarnya ke Uks, Daiki. Any problem ?" tanya Akashi sok inggris matanya menatap ace klub basket dengan wajah segarang buaya(?). Aomine membalasnya dengan decihan padahal dalam hatinya kicep. Tapi dia masih setia memegangi Kuroko.
"Mine-chin kalau mau mengantar Kurochin bisa titip maiubo di kantin ? Aku lupa beli yang rasa pedas" di ujung gym, sesosok titan alias center tim basket teiko yang tingginya diatas rata-rata -murasakibara- berkata sambil menguap lebar. Sebelah tangannya ditepuk tepuk ke mulut. Entah kelewat bego atau ga peka atau dua-duanya dia ngomong seenteng itu padahal emosi si emperor sedang siaga satu. Liat aja kepalanya yang merah semerah... Eh udah darisono ya ?

"Kau mengatakan sesuatu, Atsushi ?"  Akashi langsung mengubah haluan tatapan nya ke Murasakibara. Membuat si titan menciut seketika jadi pikachu ungu. Kise tertawa keras, diikuti gumaman "bodoh" oleh Midorima. Sedangkan Aomine dan Momoi sudah ngibrit bersama Kuroko ke UKS.
.
.
.
After training
Kelas 9-1
Aomine masuk kelas sambil menguap. Ia duduk dengan cueknya di kursi tanpa peduli dengan tatapan intens Midorima di belakangnya.
Aomine melentangkan tangannya ke depan dan merebahkan kepala di atas meja. Pengen tidur ceritanya. MasyaAlloh..

"Ck, dasar tukang tidur nodayo. Apa yang kau fikirkan hanya makan, tidur saja nodayo ?!"
Midorima berkomentar cukup keras hingga Aomine mendengarnya dan segera bangun dari posisi tidurnya tadi. Ia memutar badan sehingga berhadapan dengan si megane yang memeluk boneka kelinci putih. Katanya sih lucky item.
"Hei, kau ngomong sesuatu ?" tanya Aomine ketus.
"Enggak ! Gue tadi baca puisi ! Yaeyalah ngomong ! Kubilang kau itu tukang tidur nodayo ! Apa tidak bisa serius sedikit kalau sekolah ? Bukannya aku peduli atau apa ya nodayo" jawab Midorima dengan ooc nya.
Persimpangan urat segera muncul di dahi Aomine.
"Memangnya kau rugi kalau aku tidur ? Acuhin aja kenapa ??"
"Mana mungkin aku bisa acuh ! Kau itu duduk didepanku nodayo !"
"Terus gue harus bilang waw gitu ?
"Apa kau bilang ??"
"Kubilang Dasar Tsundere !"
"Daripada kau, Gangguro ! Hitam sampai kegusi !"
" mata empat maniak oha asa !!"
"Daripada kau maniak -sensor- cewek !"
"Tsunderima !"
"AHOmine!!"
"Oi kalian berdua !"

Glek !

Midorima dan Aomine meneguk liur berbarengan saat mengetahui siapa yang meneriaki mereka.

"Aomine, Midorima sekali lagi kalian berteriak akan kusuruh membersihkan toilet sekolah selama seminggu"

"Maaf sensei"

Salah sendiri ga sadar kalo sensei udah masuk daritadi.
.
.
.
Kelas 9-2
"Kisechin ? Kenapa senyam senyum begitu ? Wajahmu menakutkan" Murasakibara dan Kise tengah menikmati waktu senggang kelas. Guru rapat. Jadi mereka bisa bebas untuk hari ini.
Murasakibara seperti biasa lagi makan cemilan-cemilan yang ia sembunyikan di laci meja. Kalau sampai ketahuan guru bisa-bisa cemilannya didonasikan untuk anak-anak kurang mampu diluar sana. Terus Murasakibara sendiri mati kehabisan air mata karenanya. Oke lebay. Tapi berhubung ini Murasakibara Titan kelas 2 meter. Jadi mungkin saja.
"Murasakichii hidoi-ssu ! Coba lihat majalah ini menjadikanku sebagai ikon produk mereka-ssu ! Aku gantengkan ?"nah yang suaranya cempreng ini namanya Kise Ryouta si model ganteng seantero Teiko-ssu. Bukan se Teiko loh ya. Kise membuka lebar halaman majalah yang memuat gambar dirinya dibalut kaos pantai kuning cerah dan jins belel biru dan menepatkannya di depan wajah murasakibara.
"Kenapa Kise-kun pakai kaos warna itu ? Nafsu makanku jadi hilang, aku mau pergi saja"
Gubrak !! Dengan hati hancur Kise mengkeret dipojokan ditinggalkan si titan ungu ke kantin..
"Jahatnyaaa-ssu"
.
.
.
Kelas 9-4
Sama seperti kelas Kise dan Mura, kelas Kuroko, Akashi dan Momoi juga sedang tak ada guru. Mereka berkumpul di pojok kelas dekat jendela atas permintaan Momoi. Katanya kalau-kalau ada guru mereka bisa langsung melihatnya dari sini.
"Kalau begitu kita main ToD saja ya ! Sebagai penunjuk kita pakai kepala spidol ini !" Momoi bersemangat sekali menyampaikan maksud hatinya. Tangannya menggoyang goyangkan spidol hitam milik kelas. Akashi dan Kuroko hanya mengangguk. Tumben sekali memang Akashi mau menuruti kata-kata rekannya. Tapi karena ia sedang bosan sekali, Akashi jadi setuju saja apa kata Momoi.

Momoi memutar spidol yang ia letakkan di lantai. Ketegangan menghiasi wajah mereka minus Kuroko yang setia sama muka tripleknya.

Pergerakan spidol melambat dan akhirnya berhenti di...
Momoi !
Dua manik berbeda warna langsung menghujami gadis berambut pink itu.

"Trut or Dare ?" tanya Kuroko.

"T-truth" momoi menjawab hati-hati.

"Kalau begitu Satsuki, apa wana celana dalam Aomine ?" tiba-tiba Akashi menyeringai.

"Eehh ??? Ma-mana aku tau Akashi-kun" wajah Momoi memerah sempurna. Panik.

"Kau tidak boleh bohong Momoi-san" kata kuroko masih dengan wajah datar. Kalem.

"B-biru tua" Momoi menutup wajahnya dengan kedua tangan "aaaahh tapi jangan bilang Aomine-kun ! Nanti dia bisa marah padaku !"

"Sekarang aku tau kau cuma mau membuat Aomine-kun cemburu kalau kau dekat-dekat aku kan, Momoi-san ?" kata Kuroko mendadak ooc. Momoi cengo, Akashi sweatdrop.

"Lanjut !!!" ujar Akashi mengintrupsi dan memutar spidol.

Melambat, spidol berhenti di...
Kuroko !!

"Giliranku ! Truth or Dare Tetsu-kun ?"

"Dare" jawab Kuroko mantap. Kalo diliat dengan teliti hidungnya kembang kempis saking semangat. Tapi mukanya teteup datar kok. Teteup kaleem.

"Hooo" Akashi mengelus elus dagunya takjub.

"Kalau begitu Tetsu-kun rayu Akashi-kun sekarang" Momoi tersenyum penuh kemenangan. Akashi blushing tapi sok cool. Kuroko ? Kaleeem. Loh ?

"Akashi-kun" Kuroko mulai memanggil Akashi disampingnya.

"Y-ya Tetsuya ?" Kata Akashi mendadak gagap. Momoi lupa cara bernafas.

"Kamu tau persamaan kamu dan api itu apa?" ujar Kuroko lagi. Momoi entah sejak kapan sudah menyiapkan kamera video. Hidungnya disumbat tisu gara-gara mimisan.

"Apa itu ?"

"Kalau api untuk memanaskan kompor kaa-san kalau Akashi-kun itu buat memanaskan hatiku."

Gubrakk !!!!!!!!!

"Payah! Tetsu-kun payah menggomball !!" Momoi memegangi perutnya dan tertawa keras. Sedangkan Akashi pingsan. Kuroko ? Kaleeeeem.

"Oke giliranku, Akashi-kun ? Truth or Dare ?" ujar Kuroko mengacuhkan Momoi yang masih tertawa.

"Dare " bangun dari pingsan nya, Akashi memilih dare tanpa ragu sedikit pun. Yaiyalah Kuroko aja mukanya nyebut dare sedatar triplek. Masa Akashi the king of g*rls generation eh maksudnya generation of miracles ragu-ragu ?

Kuroko Senyam senyum sendiri. Membuat Momoi mendadak merinding disko.
"Kalau begitu Akashi-kun. Sekarang ambil gitar di kelas Aomine-kun dan nyanyikan lagu begadangnya rho* irama di tengah lapangan sambil joget dan pakek wig kribo"

KABUUUUUMMMMM !!!!!!

Mampus !!

Petir tiba-tiba menyambar nyambar,  dalam fikiran Akashi dan Momoi. Di belakang Kuroko entah sejak kapan ada background api menyambar-nyambar.

Akashi pucet sepucet giginya, Momoi udah kabur entah kemana.

Dan tak lama kemudian smp Teiko dikejutkan oleh konser dadakan sang emperor Akashi Seijuuro atau yang namanya sekarang Kuroko ganti jadi Rhoma Seijuuro.

Kok Akashi sepatuh itu sama Kuroko ?
Entahlah..
Hanya fujoshi dan shipper Akakuro yang tau.
...
Maafin kalo garing pemirsa sekalian..
Mau gimana lagi aku bikin ini tengah malem pas lagi buntu-buntunya tapi pengen banget bikiin.
Tapi semoga kalian suka hehehee
Tunggu next nya yaa !

09/06/15

Story Line : Another part 1



Hai ! Masih Ingat ‘another’ summary ? postingan ringkasan cerita saya sebelumnya itu lo !
Jadi hari ini saya mulai posting ceritanya. Masih on the way sih tapi semoga kalian suka !
Selamat menikmati gaess !
.
.
.
.
.
.
ANOTHER


Epilog
Jadi disinilah semuanya berawal.
Di langit musim dingin bulan Desember yang pernah menjadi kelahiran seseorang yang berarti.
Salju mengubur tanah dan air yang membeku di bawah sana. Angin tak terlihat menerbangkan butiran putih yang mendarat cantik disekitar cemara. Diperhatikan oleh seorang gadis kecil berumur 7 tahun yang berdiri di bawah pohon tersebut.
Matanya membulat besar penuh rasa ingin tau. Rambut coklat ikalnya tergerai melewati punggung mungilnya yang tertutupi sweeter tebal berwarna baby pink. Ia mengangkat tangan kecilnya yang dibalut sarung tangan tebal, meraih sebutir salju yang melayang asal di udara.
Naomi Yukina tidak menangis meskipun ia terpisah dari orang tuanya di festival musim dingin. Ia bukannya tidak cemas. hanya saja ia barusan melihat seekor kupu-kupu biru mendarat dan menghilang di salah satu daun cemara. Membuatnya berhasil meredam air mata yang nyaris keluar.
Asap putih mengepul ketika ia menghembuskan nafasnya, memilih untuk berjongkok ketika ia rasa udara semakin dingin. Yukina menoleh kesekeliling kalau-kalau ada yang menyadarinya.
Dan saat itu sebuah tangan hangat tiba-tiba menangkup pipinya yang pucat. Naomi cepat-cepat memicingkan matanya dan mengingat-ingat jurus pertolongan pertama jika bertemu orang jahat yang pernah diajarkan ibunya.
Kedua manik madunya kini bertabrakan dengan dua kelereng Ruby pemilik tangan yang masih menangkup wajahnya. Mereka tidak berbicara karena Yukina terlalu asyik memandangi wajah porselen bocah 9 tahun yang kini didepannya.
“yosh kau sudah hangat” itu kalimat pertama yang keluar dari mulut tipis bocah yang ia belum tau namanya ini. bocah itu kemudian berdiri dari posisinya yang berjongkok. Ia mengenakan jaket berwarna merah maroon lebat dan topi salju yang menutupi rambutnya.
“Yukio ! kau kemana saja sih ?” belum sempat berkata apapun, kedua bocah itu dikejutkan oleh bocah lain yang kini bertolak pinggang menatap mereka.
“hee ? siapa itu ? wajahnya cantik. Seperti Hime(putri)” ucap bocah berambut hitam itu, riang. “ah ! kau mengganggunya ya Yukio ! kenapa wajahnya merah begitu ? harinya kan dingin” bocah itu berlari mendekati Yukina.
“aku lihat dia kedinginan jadi aku hanya ingin menghangatkannya itu saja. sekarang lebih baik kita pergi, Seichi ! sampai jumpa !” bocah bernama Yukio menarik tangan Seichi yang mengomel kepadanya. Meninggalkan Yukina yang kini menatap mereka dalam diam.
“YUKINA !!!” dan pekikan dari arah berlawanan berhasil membuat Yukina mengalihkan pandangnya.
Ia melihat sang ibu yang berlari kearahnya bersama dua orang berseragam dibelakangnya. Mata si ibu sembab seperti habis menangis.
“aku tidak papa kok, kaa-san” tangan kecil milik Yukina menepuk pundak ibunya yang telah berjongkok memeluknya. Dua polisi dibelakangnya hanya tersenyum haru.
“kau pasti kedinginan” kata sang ibu masih membenamkan wajahnya di perpotongan leher Yukina.
“tidak,bu” –ada yang sudah menghangatkan Yukina- ingin berbicara seperti itu, tapi Yukina akhirnya bungkam saja.




Part 1
Sepuluh tahun berlalu. Yukina telah tumbuh sebagaimana mestinya. Waktu tak banyak merubah sosok mungilnya yang anggun dan pendiam. Hanya tinggi dan berat yang membedakan bahwa ia adalah Yukina yang sudah remaja.
Yukina masih tinggal di Tokyo. Ia menjadi murid SMA yang cerdas dan menonjol. Setiap waktu ia disibukkan oleh pekerjaan menyangkut OSIS maupun Olimpiade. Hal itu menyebabkan ia tak berinteraksi dengan baik dengan hal yang berbau cinta dan roman.
Yukina tidak sepenuhnya peduli. Ia cukup senang dengan kesibukkannya dan waktu senggang yang kebanyakan ia gunakan untuk membaca buku refrensi. Tanggung jawabnya sebagai sekertaris OSIS tak serta merta menyita waktunya habis-habisan hanya untuk bekerja di ruangan ber-AC  milik sekolah nya itu. namun untuk urusan cinta, Yukina masih ragu-ragu untuk melupakan seseorang yang pernah ia temui di musim dingin bulan Desember saat umurnya tujuh tahun. Ia agak merindukan dua manik scarlet yang berhasil membuat kedua pipinya menghangat hanya dengan membayangkannya.
“Naomi-san. Mengenai festival yang diadakan beberapa minggu lagi kita akan bekerja sama dengan Fakultas Hukum di Universitas Tokyo. Nanti Atsushi-kun akan menemui mereka dalam rapat di gedung Fakultas.”
Gadis manis bermata Azure , Hikari. meletakkan map di atas meja kerja milik Yukina. Kemudian meraih nampan berisi minuman dingin yang roti yang sempat ia letakkan di lemari dekat pintu. tangannya dengan lihai menata roti isi caramel dan susu vanilla kesukaan Yukina di dekat map tadi.
“Atsushi pergi sendiri ?” Tanya Yukina sembari meraih map itu dan membukanya pelan-pelan. Atsushi adalah ketua Osis yang merupakan teman Yukina sejak SMP.
“tidak, tentu saja. ia akan pergi bersamamu.” Yukina dapat menebak jawaban itu sebenarnya. Atsushi selain teman sejak SMP, mereka jua dua relasi yang dapat bekerja sama dengan baik. Posisi mereka di bidang OSIS SMP tidak berbeda jauh dari SMA.
Yukina akhirnya hanya ber’oh’ ria dan mengambil susu vanilanya untuk diminum. Hikari yang merasa tugasnya selesai segera berpamitan untuk pergi menyelesaikan urusannya yang lain, meninggalkan Yukina yang kembali membaca map di hadapannya.
.
.
                Entah apa yang membuat Yukina berakhir di café Vintage seperti ini. ia menyesap minuman sodanya sedikit tidak sabar. janjian tadi siang di toko buku secara sepihak dibatalkan Atsushi si ketua Osis mengatakan ia harus mengurus beberapa dokumen yang belum selesai dan dituntut selesai karena Rapat besok pagi.
Yukina membuka plastik berisi buku yang ia beli di toko buku saat menunggu Atsushi tadi. ia agak tertarik biografi William Shakespeare si penulis drama berjudul Twelf Night kesukaannya. Yukina dengan mudah tenggelam dalam kegiatan membaca novelnya, sampai-sampai tidak menyadari dua orang pengunjung baru datang dan duduk tepat di seberang kursinya.
“memangnya rapatnya harus sepagi itu ?” kata salah seorang yang mengenakan setelan kaos polos hitam dan jeans polo abu-abu. Ia memiliki rambut berwarna hitam pekat dengan manik senada warna matanya.
“mau bagaimana lagi, ketua senat yang memutuskan. Bagaimanapun SMA yang bekerja sama dengan fakultas kami sudah menyetujuinya. Jadi tidak ada alasan untuk menunda-nunda pekerjaan.” Jawab pemuda lain yang kini sibuk membolak balik buku menu. ia bersandar nyaman di kursi setelah menarik resleting jaket kulitnya hingga terlepas, memamerkan kaos polo putih dan jeans biru tua.
Agak mengenal topic obrolan itu, Yukina masih belum sepenuhnya memutuskan untuk mendongak melihat siapa yang sedang berbicara di depannya.
Si pemuda berambut hitam menghela nafas. Kemudia melanjutkan berbicara dengan nada suaranya yang jernih dan nyaring.
“aku akui mereka itu sangat hebat loh, Yukio ! apalagi Atsushi-kun dan seketarisnya yang namanya Naomi itu. bekerja sama dengan seorang perwakilan senat dan menyusun rencana secara gamblang, professional, dan tanpa perpecahan dengan orang-orang yang jauh di atas tingkat mereka. Bukannya itu hebat ? yah meskipun aku belum pernah bertemu mereka secara langsung sih”
‘Yukio ?’ nama itu berputar di kepala Yukina sampai ia berhasil mendongakkan kepalanya. Di dekat jendela di depan tempatnya menyamankan diri dengan buku biografinya, 2 pemuda duduk berhadapan sambil memilah menu mereka. Tidak menyadari kekagetan Yukina yang kini mengingat siapa kedua cowok itu.
Si pemilik mata Ruby, Ia ingat cowok itu. hanya beberapa orang di dunia ini yang memiliki mata seindah itu. warnanya merah terang dan indah, menatap lawan bicaranya dengan tatapan kokoh, percaya diri, dan ramah. Ia dianugrahi kulit porselen yang seputih salju. Kontras dengan warna merah gelap surainya yang baru pertama kali Yukina lihat. Ia tidak banyak tertawa. Kalem. Gaya bicaranya santai dan hangat.
Di seberangnya, si surai hitam lebih sering terlihat tertawa karena leluconnya sendiri. kulit mereka sama-sama pucat. Wajahnya sama-sama rupawan. Namun kesan jenaka terpoles lebih jelas daripada si rambut merah yang memiliki garis wajah lebih tegas.
“aku juga belum pernah melihat mereka. Maksudku yang bernama Naomi Yukina.” Kata si pemilik mata merah cerah, Yukio. Tangan besarnya lincah mengembalikan buku menu kepada pelayan setelah menuliskan pesanannya di kertas yang lebih kecil dari buku menu.
Mereka tengah membicarakan Yukina. Yang empunya objek malah mematung tak tau harus bagaimana ? menyapa ? pilihan bagus. Tapi tak yakin dua orang itu akan langsung mengenalinya berhubung kejadian itu berlangsung sekitar 10 tahun yang lalu. Pertemuan masa kecilnya.
“A-ano..” meski suara Yukina kecil. Gumamannya masih terdengar oleh Yuki dan Seichi yang kini menoleh padanya. Jarak duduk mereka tak jauh-jauh amat. Lagipula café sedang sepi. Jadi suara Yukina cukup terdengar jelas bagi dua orang itu.
“h-halo” akhirnya kata itu lolos dari bibir tipis Yukina meskipun terbata-bata. Kedua pipinya sudah menghangat entah sejak kapan. Mengkhianati tekadnya untuk bisa mengendalikan diri di depan orang yang sudah lama sekali ingin ia temui.
“..” sepasang Ruby itu kini sibuk mengamati gadis berambut caramel di hadapannya. Mengingat ingat apakah ia pernah mengenal gadis dengan pipi merah jambu ini sebelumnya.
“ah ! Hime !!” ternyata seichi lebih cepat mengenali Yukina. Gadis manis itu kini lebih rilex dibuatnya. Namun Yukio yang mengalihkan pandangannya ke Seichi dan Yukina bergantian masih belum ingat dengan pasti.
“Hime ?” tanyanya dengan nada bingung.
“itu lo, kau ingat gadis kecil yang kita temui saat umur kita 9 tahun ? itu lo, si kecil yang meringkuk gara-gara kau jahili itu “ dahi Yukina berkerut mendengar penuturan Seichi. Seingatnya Yukio tidak menjahilinya.
“aku tidak menjahili siapapun waktu itu. ah aku ingat. Kau yang waktu itu di bawah pohon cemara kan ?” meskipun terlambat, akhirnya Yukio ingat. Senyuman terpoles di wajah Yukina yang masih merona. Meskipun sedikit kecewa. Yukio sedikit melupakannya.
“namamu siapa ?” Tanya Yukio. Nadanya hati-hati seakan Yukina adalah boneka salju yang akan hancur jika salah sentuh sedikit saja.
Masih tersenyum Yukina menjawab “Naomi Yukina” dan sukses membuat Yukio dan Seichi saling bertatapan.
“jangan-jangan kau sekretaris osis yang bekerja sama dengan Fakultas Yukio untuk festival tahun baru ya ? Naomi-chan kan ?” si Seichi dengan nada riangnya menebak bersemangat. Ia berpindah duduk menjadi semeja dengan Yukina. Diikuti oleh Yukio yang mengode pelayan yang baru datang untuk meletakkan coffee latte dan jus melon nya di atas meja Yukina.
“iya” Yukina mengangguk kalem. Bagaimanapun ia adalah wanita anggun yang teratur dan pemalu. ia tidak tahan intuk tidak menunduk saat Yukio sudah duduk berhadapan dengannya. Ia bersumpah tak pernah melihat mahluk lebih tampan dari Yukio sebelum ini.
“Yukina ? kenapa wajahmu merah seperti itu ? kau sakit ?” seperti sepuluh tahun lalu Yukio dengan lancangnya mengulurkan tangan untuk menyentuh kedua pipi Yukina yang makin panas. Yukina hanya menggeleng dan tak bisa menolak sentuhan Yukio. Entah mengapa.
“kau memanggilnya dengan nama kecil ? kalau begitu aku juga ya, Yukichan !” nada kekanakkan yang melengking tinggi membuat suasana café yang sepi agak sedikit ramai. Sekarang Yukina mengira kalau si Seichi ini hiperaktif atau semacamnya.
Yukio menurunkan tangannya dan meraih kopi nya, mengacuhkan celotehan Seichi yang nyaring.
“kau baca buku apa ?” si pirang membuka percakapan non formal duluan. Diiringi dengan senyum lebar dan mata yang bersinar-sinar menatap buku milik Yukina.
“buku biografi William Shakespeare” jawab Yukina seadanya. Ikut memerhatikan buku di tangannya.
“kau suka karya-karyanya ya ?” Yukio ikut bergabung. Namun masih di posisi nya yang bersandar nyamam di bangku barunya.
“tidak semua. Aku hanya pernah menonton pentasnya 2 kali.” Manik biru langit itu beralih menatap kedua kelereng sewarna ruby milik Yukio.
“yang mana ?”
“Hamlet dan Twelft Night”
“aku tau Twelft Night ! aku pernah ikut mementaskannya saat praktikum sastra SMA” seru Seichi tiba-tiba. Kemudian wajahnya berubah masam. “aku tidak terlalu suka topic cerita yang menyinggung masalah cross dressing.” Kemudian berubah ceria lagi “tapi aku suka dengan plotnya. Aku kadang tertawa sendiri saat membaca naskah”
“kau tertawa sepanjang waktu” komentar Yukio cuek, menyeruput kopinya yang masih sisa setengah.
“genrenya memang komedi. Kalian pernah menonton pertunjukkannya ?” Yukina tersenyum geli melihat tingkah Seichi yang kini menggerutu.
“tidak” jawab Yukio dan Seichi bersamaan.
“oh”
“kau suka baca ya ? Yukichan ?” Seichi kembali bersemangat. Kali ini ia menumpu wajahnya dengan sebelah tangan di atas meja café seolah memerhatikan Yukina yang kini menyimpan bukunya di plastic asal.
Yukina menjawabnya dengan anggukan.
“biasanya kau baca apa ?” Tanya Seichi lagi”
“novel ringan, novel, buku refrensi, kamus-kamus, atau buku pelajaran” jawab Yukina lagi, kali ini diselingi senyuman.
“wow, kau benar-benar suka membaca. Aku jadi heran kenapa kau tidak pakai kacamata. Biasanya kutu buku sepertimu pasti memakainya”
Alis terangkat satu, Yukina dapat melihat Seichi mengaduh sakit Karena tungkainya ditendang oleh Yukio yang masih duduk diam memerhatikan mereka.
“aku salah ya ? maaf ya Yukichan”
“tidak masalah kok. Aku tidak memakainya karena penglihatanku tidak kabur sama sekali”
“begitu ya”
Nada dering ponsel seseorang berbunyi tepat setelah Seichi menyelesaikan kalimatnya. Mereka bertiga kontan tersentak kaget. Seichi saja sebenarnya. Yukina terlihat lebih kalem dan kelihatan tau dari mana bunyi itu berasal. Yukio kini tengah merogoh saku jaket dan mengeluarkan ponsel lipat darisana. Setelah membuka flip ponsel dan membaca siapa yang tengah menelponnya disaat seperti ini Yukio segera beranjak dari kursi.
“ah aku permisi sebentar” ucapnya kemudian menekan tombol hijau ponsel dan menempelkannya di telinga seraya melenggang pergi ke balik pintu kaca café.
Yukina memandangi tiap pergerakan Yukio sampai ia berdiri di salah satu pilar café. Bersandar nyaman disana dengan tangan kiri tenggelam di saku celana nya. Sesekali senyum lembut terlukis di wajah rupawannya. Membuat Yukina bertanya-tanya siapa yang sedang berbicara dengan cowok itu.
“oh iya sudah dekat akhir tahun ya, pantas saja Lucia jadi sering menelpon.” Seakan membaca apa yang ia fikirkan, Seichi bergumam kepada dirinya sendiri. Yukina menoleh dan melihat cowok itu tengah memandang Yukio sama dengan yang ia lakukan beberapa waktu lalu.
“Lucia ?” Yukina mengulang nama yang diucapkan Seichi dengan nada bingung.
“un ?” Seichi mengalihkan pandangannya ke Yukina dan mengerti bahwa ia harus menjelaskan lebih lanjut. “ah iya. Iashi Lucia. Pacar Yukio 5 tahun terakhir. Dia kuliah di kota sebelah dan pulang beberapa kali dalam setahun. Sepertinya sebentar lagi ia akan pulang”
“..” tak berkata apa-apa, Yukina mengalihkan pandangannya lagi ke Yukio yang kini terlihat sudah selesai menelpon. Cowok itu memasuki café lagi dengan wajah berseri-seri.
Dan entah kenapa Yukina merasa dadanya sedikit sesak. Perasaan aneh yang memualkan berputar di ulu hatinya dan membuat kepalanya sedikit pusing.
Yukio sudah duduk dikursinya dan disenggol oleh Seichi.
“kapan dia pulang ?” Tanya cowok itu dengan sorot mata menyelidik.
“katanya dalam minggu ini” Yukio menyimpan ponselnya di saku jaket kemudian menyeruput sisa kopinya.
“Yukina ?”
“tidak ada apa-apa” Yukina menarik nafas dalam dalam dan mengeluarkannya sepelan mungkin.
Hampir saja sikapnya barusan membuat Yukio curiga.
Bagaimanapun, Yukio adalah laki-laki yang sangat ia temui sepuluh tahun terakhir ini. Yukina terlalu senang sampai-sampai lupa dengan kemungkinan kalau Yukio sudah punya pacar. Memangnya siapa cowok tampan di dunia ini yang masih sendirian ? apalagi semenawan Yukio.
Senyum terpaksa merekah di wajah Yukina. Menampilkan ekspresi normal bagi orang awam yang tidak tau siapa dirinya. Yang selanjutnya terjadi Seichi melanjutkan obrolan hebohnya yang mampu menutupi suasana hati Yukina. Meskipun setelah itu Yukio cukup sadar bahwa gadis itu lebih pendiam daripada sebelumnya.


Continued..

tunggu kelanjutannya ya..
btw, kenapa saya ngambil Latar di Jepang ? karena saya emang suka budaya mereka. saya suka juga baca komik dan cerita-cerita dari negeri Sakura gaess, sejauh ini selama saya bikin story maupun Fandom, saya selalu pakai nama khas orang sana.
tapi mungkin nanti saya coba-coba bikin nama Indo kali ya. nanti tapi hehehe..