09/06/15

Story Line : Another part 1



Hai ! Masih Ingat ‘another’ summary ? postingan ringkasan cerita saya sebelumnya itu lo !
Jadi hari ini saya mulai posting ceritanya. Masih on the way sih tapi semoga kalian suka !
Selamat menikmati gaess !
.
.
.
.
.
.
ANOTHER


Epilog
Jadi disinilah semuanya berawal.
Di langit musim dingin bulan Desember yang pernah menjadi kelahiran seseorang yang berarti.
Salju mengubur tanah dan air yang membeku di bawah sana. Angin tak terlihat menerbangkan butiran putih yang mendarat cantik disekitar cemara. Diperhatikan oleh seorang gadis kecil berumur 7 tahun yang berdiri di bawah pohon tersebut.
Matanya membulat besar penuh rasa ingin tau. Rambut coklat ikalnya tergerai melewati punggung mungilnya yang tertutupi sweeter tebal berwarna baby pink. Ia mengangkat tangan kecilnya yang dibalut sarung tangan tebal, meraih sebutir salju yang melayang asal di udara.
Naomi Yukina tidak menangis meskipun ia terpisah dari orang tuanya di festival musim dingin. Ia bukannya tidak cemas. hanya saja ia barusan melihat seekor kupu-kupu biru mendarat dan menghilang di salah satu daun cemara. Membuatnya berhasil meredam air mata yang nyaris keluar.
Asap putih mengepul ketika ia menghembuskan nafasnya, memilih untuk berjongkok ketika ia rasa udara semakin dingin. Yukina menoleh kesekeliling kalau-kalau ada yang menyadarinya.
Dan saat itu sebuah tangan hangat tiba-tiba menangkup pipinya yang pucat. Naomi cepat-cepat memicingkan matanya dan mengingat-ingat jurus pertolongan pertama jika bertemu orang jahat yang pernah diajarkan ibunya.
Kedua manik madunya kini bertabrakan dengan dua kelereng Ruby pemilik tangan yang masih menangkup wajahnya. Mereka tidak berbicara karena Yukina terlalu asyik memandangi wajah porselen bocah 9 tahun yang kini didepannya.
“yosh kau sudah hangat” itu kalimat pertama yang keluar dari mulut tipis bocah yang ia belum tau namanya ini. bocah itu kemudian berdiri dari posisinya yang berjongkok. Ia mengenakan jaket berwarna merah maroon lebat dan topi salju yang menutupi rambutnya.
“Yukio ! kau kemana saja sih ?” belum sempat berkata apapun, kedua bocah itu dikejutkan oleh bocah lain yang kini bertolak pinggang menatap mereka.
“hee ? siapa itu ? wajahnya cantik. Seperti Hime(putri)” ucap bocah berambut hitam itu, riang. “ah ! kau mengganggunya ya Yukio ! kenapa wajahnya merah begitu ? harinya kan dingin” bocah itu berlari mendekati Yukina.
“aku lihat dia kedinginan jadi aku hanya ingin menghangatkannya itu saja. sekarang lebih baik kita pergi, Seichi ! sampai jumpa !” bocah bernama Yukio menarik tangan Seichi yang mengomel kepadanya. Meninggalkan Yukina yang kini menatap mereka dalam diam.
“YUKINA !!!” dan pekikan dari arah berlawanan berhasil membuat Yukina mengalihkan pandangnya.
Ia melihat sang ibu yang berlari kearahnya bersama dua orang berseragam dibelakangnya. Mata si ibu sembab seperti habis menangis.
“aku tidak papa kok, kaa-san” tangan kecil milik Yukina menepuk pundak ibunya yang telah berjongkok memeluknya. Dua polisi dibelakangnya hanya tersenyum haru.
“kau pasti kedinginan” kata sang ibu masih membenamkan wajahnya di perpotongan leher Yukina.
“tidak,bu” –ada yang sudah menghangatkan Yukina- ingin berbicara seperti itu, tapi Yukina akhirnya bungkam saja.




Part 1
Sepuluh tahun berlalu. Yukina telah tumbuh sebagaimana mestinya. Waktu tak banyak merubah sosok mungilnya yang anggun dan pendiam. Hanya tinggi dan berat yang membedakan bahwa ia adalah Yukina yang sudah remaja.
Yukina masih tinggal di Tokyo. Ia menjadi murid SMA yang cerdas dan menonjol. Setiap waktu ia disibukkan oleh pekerjaan menyangkut OSIS maupun Olimpiade. Hal itu menyebabkan ia tak berinteraksi dengan baik dengan hal yang berbau cinta dan roman.
Yukina tidak sepenuhnya peduli. Ia cukup senang dengan kesibukkannya dan waktu senggang yang kebanyakan ia gunakan untuk membaca buku refrensi. Tanggung jawabnya sebagai sekertaris OSIS tak serta merta menyita waktunya habis-habisan hanya untuk bekerja di ruangan ber-AC  milik sekolah nya itu. namun untuk urusan cinta, Yukina masih ragu-ragu untuk melupakan seseorang yang pernah ia temui di musim dingin bulan Desember saat umurnya tujuh tahun. Ia agak merindukan dua manik scarlet yang berhasil membuat kedua pipinya menghangat hanya dengan membayangkannya.
“Naomi-san. Mengenai festival yang diadakan beberapa minggu lagi kita akan bekerja sama dengan Fakultas Hukum di Universitas Tokyo. Nanti Atsushi-kun akan menemui mereka dalam rapat di gedung Fakultas.”
Gadis manis bermata Azure , Hikari. meletakkan map di atas meja kerja milik Yukina. Kemudian meraih nampan berisi minuman dingin yang roti yang sempat ia letakkan di lemari dekat pintu. tangannya dengan lihai menata roti isi caramel dan susu vanilla kesukaan Yukina di dekat map tadi.
“Atsushi pergi sendiri ?” Tanya Yukina sembari meraih map itu dan membukanya pelan-pelan. Atsushi adalah ketua Osis yang merupakan teman Yukina sejak SMP.
“tidak, tentu saja. ia akan pergi bersamamu.” Yukina dapat menebak jawaban itu sebenarnya. Atsushi selain teman sejak SMP, mereka jua dua relasi yang dapat bekerja sama dengan baik. Posisi mereka di bidang OSIS SMP tidak berbeda jauh dari SMA.
Yukina akhirnya hanya ber’oh’ ria dan mengambil susu vanilanya untuk diminum. Hikari yang merasa tugasnya selesai segera berpamitan untuk pergi menyelesaikan urusannya yang lain, meninggalkan Yukina yang kembali membaca map di hadapannya.
.
.
                Entah apa yang membuat Yukina berakhir di café Vintage seperti ini. ia menyesap minuman sodanya sedikit tidak sabar. janjian tadi siang di toko buku secara sepihak dibatalkan Atsushi si ketua Osis mengatakan ia harus mengurus beberapa dokumen yang belum selesai dan dituntut selesai karena Rapat besok pagi.
Yukina membuka plastik berisi buku yang ia beli di toko buku saat menunggu Atsushi tadi. ia agak tertarik biografi William Shakespeare si penulis drama berjudul Twelf Night kesukaannya. Yukina dengan mudah tenggelam dalam kegiatan membaca novelnya, sampai-sampai tidak menyadari dua orang pengunjung baru datang dan duduk tepat di seberang kursinya.
“memangnya rapatnya harus sepagi itu ?” kata salah seorang yang mengenakan setelan kaos polos hitam dan jeans polo abu-abu. Ia memiliki rambut berwarna hitam pekat dengan manik senada warna matanya.
“mau bagaimana lagi, ketua senat yang memutuskan. Bagaimanapun SMA yang bekerja sama dengan fakultas kami sudah menyetujuinya. Jadi tidak ada alasan untuk menunda-nunda pekerjaan.” Jawab pemuda lain yang kini sibuk membolak balik buku menu. ia bersandar nyaman di kursi setelah menarik resleting jaket kulitnya hingga terlepas, memamerkan kaos polo putih dan jeans biru tua.
Agak mengenal topic obrolan itu, Yukina masih belum sepenuhnya memutuskan untuk mendongak melihat siapa yang sedang berbicara di depannya.
Si pemuda berambut hitam menghela nafas. Kemudia melanjutkan berbicara dengan nada suaranya yang jernih dan nyaring.
“aku akui mereka itu sangat hebat loh, Yukio ! apalagi Atsushi-kun dan seketarisnya yang namanya Naomi itu. bekerja sama dengan seorang perwakilan senat dan menyusun rencana secara gamblang, professional, dan tanpa perpecahan dengan orang-orang yang jauh di atas tingkat mereka. Bukannya itu hebat ? yah meskipun aku belum pernah bertemu mereka secara langsung sih”
‘Yukio ?’ nama itu berputar di kepala Yukina sampai ia berhasil mendongakkan kepalanya. Di dekat jendela di depan tempatnya menyamankan diri dengan buku biografinya, 2 pemuda duduk berhadapan sambil memilah menu mereka. Tidak menyadari kekagetan Yukina yang kini mengingat siapa kedua cowok itu.
Si pemilik mata Ruby, Ia ingat cowok itu. hanya beberapa orang di dunia ini yang memiliki mata seindah itu. warnanya merah terang dan indah, menatap lawan bicaranya dengan tatapan kokoh, percaya diri, dan ramah. Ia dianugrahi kulit porselen yang seputih salju. Kontras dengan warna merah gelap surainya yang baru pertama kali Yukina lihat. Ia tidak banyak tertawa. Kalem. Gaya bicaranya santai dan hangat.
Di seberangnya, si surai hitam lebih sering terlihat tertawa karena leluconnya sendiri. kulit mereka sama-sama pucat. Wajahnya sama-sama rupawan. Namun kesan jenaka terpoles lebih jelas daripada si rambut merah yang memiliki garis wajah lebih tegas.
“aku juga belum pernah melihat mereka. Maksudku yang bernama Naomi Yukina.” Kata si pemilik mata merah cerah, Yukio. Tangan besarnya lincah mengembalikan buku menu kepada pelayan setelah menuliskan pesanannya di kertas yang lebih kecil dari buku menu.
Mereka tengah membicarakan Yukina. Yang empunya objek malah mematung tak tau harus bagaimana ? menyapa ? pilihan bagus. Tapi tak yakin dua orang itu akan langsung mengenalinya berhubung kejadian itu berlangsung sekitar 10 tahun yang lalu. Pertemuan masa kecilnya.
“A-ano..” meski suara Yukina kecil. Gumamannya masih terdengar oleh Yuki dan Seichi yang kini menoleh padanya. Jarak duduk mereka tak jauh-jauh amat. Lagipula café sedang sepi. Jadi suara Yukina cukup terdengar jelas bagi dua orang itu.
“h-halo” akhirnya kata itu lolos dari bibir tipis Yukina meskipun terbata-bata. Kedua pipinya sudah menghangat entah sejak kapan. Mengkhianati tekadnya untuk bisa mengendalikan diri di depan orang yang sudah lama sekali ingin ia temui.
“..” sepasang Ruby itu kini sibuk mengamati gadis berambut caramel di hadapannya. Mengingat ingat apakah ia pernah mengenal gadis dengan pipi merah jambu ini sebelumnya.
“ah ! Hime !!” ternyata seichi lebih cepat mengenali Yukina. Gadis manis itu kini lebih rilex dibuatnya. Namun Yukio yang mengalihkan pandangannya ke Seichi dan Yukina bergantian masih belum ingat dengan pasti.
“Hime ?” tanyanya dengan nada bingung.
“itu lo, kau ingat gadis kecil yang kita temui saat umur kita 9 tahun ? itu lo, si kecil yang meringkuk gara-gara kau jahili itu “ dahi Yukina berkerut mendengar penuturan Seichi. Seingatnya Yukio tidak menjahilinya.
“aku tidak menjahili siapapun waktu itu. ah aku ingat. Kau yang waktu itu di bawah pohon cemara kan ?” meskipun terlambat, akhirnya Yukio ingat. Senyuman terpoles di wajah Yukina yang masih merona. Meskipun sedikit kecewa. Yukio sedikit melupakannya.
“namamu siapa ?” Tanya Yukio. Nadanya hati-hati seakan Yukina adalah boneka salju yang akan hancur jika salah sentuh sedikit saja.
Masih tersenyum Yukina menjawab “Naomi Yukina” dan sukses membuat Yukio dan Seichi saling bertatapan.
“jangan-jangan kau sekretaris osis yang bekerja sama dengan Fakultas Yukio untuk festival tahun baru ya ? Naomi-chan kan ?” si Seichi dengan nada riangnya menebak bersemangat. Ia berpindah duduk menjadi semeja dengan Yukina. Diikuti oleh Yukio yang mengode pelayan yang baru datang untuk meletakkan coffee latte dan jus melon nya di atas meja Yukina.
“iya” Yukina mengangguk kalem. Bagaimanapun ia adalah wanita anggun yang teratur dan pemalu. ia tidak tahan intuk tidak menunduk saat Yukio sudah duduk berhadapan dengannya. Ia bersumpah tak pernah melihat mahluk lebih tampan dari Yukio sebelum ini.
“Yukina ? kenapa wajahmu merah seperti itu ? kau sakit ?” seperti sepuluh tahun lalu Yukio dengan lancangnya mengulurkan tangan untuk menyentuh kedua pipi Yukina yang makin panas. Yukina hanya menggeleng dan tak bisa menolak sentuhan Yukio. Entah mengapa.
“kau memanggilnya dengan nama kecil ? kalau begitu aku juga ya, Yukichan !” nada kekanakkan yang melengking tinggi membuat suasana café yang sepi agak sedikit ramai. Sekarang Yukina mengira kalau si Seichi ini hiperaktif atau semacamnya.
Yukio menurunkan tangannya dan meraih kopi nya, mengacuhkan celotehan Seichi yang nyaring.
“kau baca buku apa ?” si pirang membuka percakapan non formal duluan. Diiringi dengan senyum lebar dan mata yang bersinar-sinar menatap buku milik Yukina.
“buku biografi William Shakespeare” jawab Yukina seadanya. Ikut memerhatikan buku di tangannya.
“kau suka karya-karyanya ya ?” Yukio ikut bergabung. Namun masih di posisi nya yang bersandar nyamam di bangku barunya.
“tidak semua. Aku hanya pernah menonton pentasnya 2 kali.” Manik biru langit itu beralih menatap kedua kelereng sewarna ruby milik Yukio.
“yang mana ?”
“Hamlet dan Twelft Night”
“aku tau Twelft Night ! aku pernah ikut mementaskannya saat praktikum sastra SMA” seru Seichi tiba-tiba. Kemudian wajahnya berubah masam. “aku tidak terlalu suka topic cerita yang menyinggung masalah cross dressing.” Kemudian berubah ceria lagi “tapi aku suka dengan plotnya. Aku kadang tertawa sendiri saat membaca naskah”
“kau tertawa sepanjang waktu” komentar Yukio cuek, menyeruput kopinya yang masih sisa setengah.
“genrenya memang komedi. Kalian pernah menonton pertunjukkannya ?” Yukina tersenyum geli melihat tingkah Seichi yang kini menggerutu.
“tidak” jawab Yukio dan Seichi bersamaan.
“oh”
“kau suka baca ya ? Yukichan ?” Seichi kembali bersemangat. Kali ini ia menumpu wajahnya dengan sebelah tangan di atas meja café seolah memerhatikan Yukina yang kini menyimpan bukunya di plastic asal.
Yukina menjawabnya dengan anggukan.
“biasanya kau baca apa ?” Tanya Seichi lagi”
“novel ringan, novel, buku refrensi, kamus-kamus, atau buku pelajaran” jawab Yukina lagi, kali ini diselingi senyuman.
“wow, kau benar-benar suka membaca. Aku jadi heran kenapa kau tidak pakai kacamata. Biasanya kutu buku sepertimu pasti memakainya”
Alis terangkat satu, Yukina dapat melihat Seichi mengaduh sakit Karena tungkainya ditendang oleh Yukio yang masih duduk diam memerhatikan mereka.
“aku salah ya ? maaf ya Yukichan”
“tidak masalah kok. Aku tidak memakainya karena penglihatanku tidak kabur sama sekali”
“begitu ya”
Nada dering ponsel seseorang berbunyi tepat setelah Seichi menyelesaikan kalimatnya. Mereka bertiga kontan tersentak kaget. Seichi saja sebenarnya. Yukina terlihat lebih kalem dan kelihatan tau dari mana bunyi itu berasal. Yukio kini tengah merogoh saku jaket dan mengeluarkan ponsel lipat darisana. Setelah membuka flip ponsel dan membaca siapa yang tengah menelponnya disaat seperti ini Yukio segera beranjak dari kursi.
“ah aku permisi sebentar” ucapnya kemudian menekan tombol hijau ponsel dan menempelkannya di telinga seraya melenggang pergi ke balik pintu kaca café.
Yukina memandangi tiap pergerakan Yukio sampai ia berdiri di salah satu pilar café. Bersandar nyaman disana dengan tangan kiri tenggelam di saku celana nya. Sesekali senyum lembut terlukis di wajah rupawannya. Membuat Yukina bertanya-tanya siapa yang sedang berbicara dengan cowok itu.
“oh iya sudah dekat akhir tahun ya, pantas saja Lucia jadi sering menelpon.” Seakan membaca apa yang ia fikirkan, Seichi bergumam kepada dirinya sendiri. Yukina menoleh dan melihat cowok itu tengah memandang Yukio sama dengan yang ia lakukan beberapa waktu lalu.
“Lucia ?” Yukina mengulang nama yang diucapkan Seichi dengan nada bingung.
“un ?” Seichi mengalihkan pandangannya ke Yukina dan mengerti bahwa ia harus menjelaskan lebih lanjut. “ah iya. Iashi Lucia. Pacar Yukio 5 tahun terakhir. Dia kuliah di kota sebelah dan pulang beberapa kali dalam setahun. Sepertinya sebentar lagi ia akan pulang”
“..” tak berkata apa-apa, Yukina mengalihkan pandangannya lagi ke Yukio yang kini terlihat sudah selesai menelpon. Cowok itu memasuki café lagi dengan wajah berseri-seri.
Dan entah kenapa Yukina merasa dadanya sedikit sesak. Perasaan aneh yang memualkan berputar di ulu hatinya dan membuat kepalanya sedikit pusing.
Yukio sudah duduk dikursinya dan disenggol oleh Seichi.
“kapan dia pulang ?” Tanya cowok itu dengan sorot mata menyelidik.
“katanya dalam minggu ini” Yukio menyimpan ponselnya di saku jaket kemudian menyeruput sisa kopinya.
“Yukina ?”
“tidak ada apa-apa” Yukina menarik nafas dalam dalam dan mengeluarkannya sepelan mungkin.
Hampir saja sikapnya barusan membuat Yukio curiga.
Bagaimanapun, Yukio adalah laki-laki yang sangat ia temui sepuluh tahun terakhir ini. Yukina terlalu senang sampai-sampai lupa dengan kemungkinan kalau Yukio sudah punya pacar. Memangnya siapa cowok tampan di dunia ini yang masih sendirian ? apalagi semenawan Yukio.
Senyum terpaksa merekah di wajah Yukina. Menampilkan ekspresi normal bagi orang awam yang tidak tau siapa dirinya. Yang selanjutnya terjadi Seichi melanjutkan obrolan hebohnya yang mampu menutupi suasana hati Yukina. Meskipun setelah itu Yukio cukup sadar bahwa gadis itu lebih pendiam daripada sebelumnya.


Continued..

tunggu kelanjutannya ya..
btw, kenapa saya ngambil Latar di Jepang ? karena saya emang suka budaya mereka. saya suka juga baca komik dan cerita-cerita dari negeri Sakura gaess, sejauh ini selama saya bikin story maupun Fandom, saya selalu pakai nama khas orang sana.
tapi mungkin nanti saya coba-coba bikin nama Indo kali ya. nanti tapi hehehe..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Semua komentar sangat saya hargai. Tolong hargai balik dengan tidak ngespam atau berkata kotor di blog saya. Sankyu 😊