Hai ! Masih Ingat ‘another’ summary ? postingan ringkasan
cerita saya sebelumnya itu lo !
Jadi hari ini saya mulai posting ceritanya. Masih on the way
sih tapi semoga kalian suka !
Selamat menikmati gaess !
.
.
.
.
.
.
ANOTHER
Epilog
Jadi disinilah semuanya berawal.
Di langit musim dingin bulan Desember yang pernah menjadi
kelahiran seseorang yang berarti.
Salju mengubur tanah dan air yang membeku di bawah sana.
Angin tak terlihat menerbangkan butiran putih yang mendarat cantik disekitar
cemara. Diperhatikan oleh seorang gadis kecil berumur 7 tahun yang berdiri di
bawah pohon tersebut.
Matanya membulat besar penuh rasa ingin tau. Rambut coklat
ikalnya tergerai melewati punggung mungilnya yang tertutupi sweeter tebal
berwarna baby pink. Ia mengangkat tangan kecilnya yang dibalut sarung tangan
tebal, meraih sebutir salju yang melayang asal di udara.
Naomi Yukina tidak menangis meskipun ia terpisah dari orang
tuanya di festival musim dingin. Ia bukannya tidak cemas. hanya saja ia barusan
melihat seekor kupu-kupu biru mendarat dan menghilang di salah satu daun
cemara. Membuatnya berhasil meredam air mata yang nyaris keluar.
Asap putih mengepul ketika ia menghembuskan nafasnya,
memilih untuk berjongkok ketika ia rasa udara semakin dingin. Yukina menoleh
kesekeliling kalau-kalau ada yang menyadarinya.
Dan saat itu sebuah tangan hangat tiba-tiba menangkup
pipinya yang pucat. Naomi cepat-cepat memicingkan matanya dan mengingat-ingat
jurus pertolongan pertama jika bertemu orang jahat yang pernah diajarkan
ibunya.
Kedua manik madunya kini bertabrakan dengan dua kelereng Ruby
pemilik tangan yang masih menangkup wajahnya. Mereka tidak berbicara karena
Yukina terlalu asyik memandangi wajah porselen bocah 9 tahun yang kini
didepannya.
“yosh kau sudah hangat” itu kalimat pertama yang keluar dari
mulut tipis bocah yang ia belum tau namanya ini. bocah itu kemudian berdiri
dari posisinya yang berjongkok. Ia mengenakan jaket berwarna merah maroon lebat
dan topi salju yang menutupi rambutnya.
“Yukio ! kau kemana saja sih ?” belum sempat berkata apapun,
kedua bocah itu dikejutkan oleh bocah lain yang kini bertolak pinggang menatap
mereka.
“hee ? siapa itu ? wajahnya cantik. Seperti Hime(putri)”
ucap bocah berambut hitam itu, riang. “ah ! kau mengganggunya ya Yukio ! kenapa
wajahnya merah begitu ? harinya kan dingin” bocah itu berlari mendekati Yukina.
“aku lihat dia kedinginan jadi aku hanya ingin
menghangatkannya itu saja. sekarang lebih baik kita pergi, Seichi ! sampai
jumpa !” bocah bernama Yukio menarik tangan Seichi yang mengomel kepadanya.
Meninggalkan Yukina yang kini menatap mereka dalam diam.
“YUKINA !!!” dan pekikan dari arah berlawanan berhasil
membuat Yukina mengalihkan pandangnya.
Ia melihat sang ibu yang berlari kearahnya bersama dua orang
berseragam dibelakangnya. Mata si ibu sembab seperti habis menangis.
“aku tidak papa kok, kaa-san” tangan kecil milik Yukina
menepuk pundak ibunya yang telah berjongkok memeluknya. Dua polisi
dibelakangnya hanya tersenyum haru.
“kau pasti kedinginan” kata sang ibu masih membenamkan
wajahnya di perpotongan leher Yukina.
“tidak,bu” –ada yang sudah menghangatkan Yukina- ingin
berbicara seperti itu, tapi Yukina akhirnya bungkam saja.
Part 1
Sepuluh tahun berlalu. Yukina
telah tumbuh sebagaimana mestinya. Waktu tak banyak merubah sosok mungilnya
yang anggun dan pendiam. Hanya tinggi dan berat yang membedakan bahwa ia adalah
Yukina yang sudah remaja.
Yukina masih tinggal di Tokyo. Ia
menjadi murid SMA yang cerdas dan menonjol. Setiap waktu ia disibukkan oleh
pekerjaan menyangkut OSIS maupun Olimpiade. Hal itu menyebabkan ia tak
berinteraksi dengan baik dengan hal yang berbau cinta dan roman.
Yukina tidak sepenuhnya peduli.
Ia cukup senang dengan kesibukkannya dan waktu senggang yang kebanyakan ia
gunakan untuk membaca buku refrensi. Tanggung jawabnya sebagai sekertaris OSIS
tak serta merta menyita waktunya habis-habisan hanya untuk bekerja di ruangan
ber-AC milik sekolah nya itu. namun
untuk urusan cinta, Yukina masih ragu-ragu untuk melupakan seseorang yang
pernah ia temui di musim dingin bulan Desember saat umurnya tujuh tahun. Ia
agak merindukan dua manik scarlet yang berhasil membuat kedua pipinya
menghangat hanya dengan membayangkannya.
“Naomi-san. Mengenai festival yang diadakan beberapa minggu
lagi kita akan bekerja sama dengan Fakultas Hukum di Universitas Tokyo. Nanti
Atsushi-kun akan menemui mereka dalam rapat di gedung Fakultas.”
Gadis manis bermata Azure , Hikari. meletakkan map di atas
meja kerja milik Yukina. Kemudian meraih nampan berisi minuman dingin yang roti
yang sempat ia letakkan di lemari dekat pintu. tangannya dengan lihai menata
roti isi caramel dan susu vanilla kesukaan Yukina di dekat map tadi.
“Atsushi pergi sendiri ?” Tanya Yukina sembari meraih map
itu dan membukanya pelan-pelan. Atsushi adalah ketua Osis yang merupakan teman
Yukina sejak SMP.
“tidak, tentu saja. ia akan pergi bersamamu.” Yukina dapat
menebak jawaban itu sebenarnya. Atsushi selain teman sejak SMP, mereka jua dua
relasi yang dapat bekerja sama dengan baik. Posisi mereka di bidang OSIS SMP
tidak berbeda jauh dari SMA.
Yukina akhirnya hanya ber’oh’ ria dan mengambil susu
vanilanya untuk diminum. Hikari yang merasa tugasnya selesai segera berpamitan
untuk pergi menyelesaikan urusannya yang lain, meninggalkan Yukina yang kembali
membaca map di hadapannya.
.
.
Entah
apa yang membuat Yukina berakhir di café Vintage seperti ini. ia menyesap
minuman sodanya sedikit tidak sabar. janjian tadi siang di toko buku secara
sepihak dibatalkan Atsushi si ketua Osis mengatakan ia harus mengurus beberapa
dokumen yang belum selesai dan dituntut selesai karena Rapat besok pagi.
Yukina membuka plastik berisi buku yang ia beli di toko buku
saat menunggu Atsushi tadi. ia agak tertarik biografi William Shakespeare si
penulis drama berjudul Twelf Night kesukaannya. Yukina dengan mudah tenggelam
dalam kegiatan membaca novelnya, sampai-sampai tidak menyadari dua orang
pengunjung baru datang dan duduk tepat di seberang kursinya.
“memangnya rapatnya harus sepagi itu ?” kata salah seorang
yang mengenakan setelan kaos polos hitam dan jeans polo abu-abu. Ia memiliki
rambut berwarna hitam pekat dengan manik senada warna matanya.
“mau bagaimana lagi, ketua senat yang memutuskan.
Bagaimanapun SMA yang bekerja sama dengan fakultas kami sudah menyetujuinya.
Jadi tidak ada alasan untuk menunda-nunda pekerjaan.” Jawab pemuda lain yang
kini sibuk membolak balik buku menu. ia bersandar nyaman di kursi setelah
menarik resleting jaket kulitnya hingga terlepas, memamerkan kaos polo putih
dan jeans biru tua.
Agak mengenal topic obrolan itu, Yukina masih belum
sepenuhnya memutuskan untuk mendongak melihat siapa yang sedang berbicara di
depannya.
Si pemuda berambut hitam menghela nafas. Kemudia melanjutkan
berbicara dengan nada suaranya yang jernih dan nyaring.
“aku akui mereka itu sangat hebat loh, Yukio ! apalagi
Atsushi-kun dan seketarisnya yang namanya Naomi itu. bekerja sama dengan
seorang perwakilan senat dan menyusun rencana secara gamblang, professional,
dan tanpa perpecahan dengan orang-orang yang jauh di atas tingkat mereka.
Bukannya itu hebat ? yah meskipun aku belum pernah bertemu mereka secara
langsung sih”
‘Yukio ?’ nama itu berputar di kepala Yukina sampai ia
berhasil mendongakkan kepalanya. Di dekat jendela di depan tempatnya
menyamankan diri dengan buku biografinya, 2 pemuda duduk berhadapan sambil
memilah menu mereka. Tidak menyadari kekagetan Yukina yang kini mengingat siapa
kedua cowok itu.
Si pemilik mata Ruby, Ia ingat cowok itu. hanya beberapa
orang di dunia ini yang memiliki mata seindah itu. warnanya merah terang dan
indah, menatap lawan bicaranya dengan tatapan kokoh, percaya diri, dan ramah.
Ia dianugrahi kulit porselen yang seputih salju. Kontras dengan warna merah
gelap surainya yang baru pertama kali Yukina lihat. Ia tidak banyak tertawa.
Kalem. Gaya bicaranya santai dan hangat.
Di seberangnya, si surai hitam lebih sering terlihat tertawa
karena leluconnya sendiri. kulit mereka sama-sama pucat. Wajahnya sama-sama
rupawan. Namun kesan jenaka terpoles lebih jelas daripada si rambut merah yang
memiliki garis wajah lebih tegas.
“aku juga belum pernah melihat mereka. Maksudku yang bernama
Naomi Yukina.” Kata si pemilik mata merah cerah, Yukio. Tangan besarnya lincah
mengembalikan buku menu kepada pelayan setelah menuliskan pesanannya di kertas
yang lebih kecil dari buku menu.
Mereka tengah membicarakan Yukina. Yang empunya objek malah
mematung tak tau harus bagaimana ? menyapa ? pilihan bagus. Tapi tak yakin dua
orang itu akan langsung mengenalinya berhubung kejadian itu berlangsung sekitar
10 tahun yang lalu. Pertemuan masa kecilnya.
“A-ano..” meski suara Yukina kecil. Gumamannya masih
terdengar oleh Yuki dan Seichi yang kini menoleh padanya. Jarak duduk mereka
tak jauh-jauh amat. Lagipula café sedang sepi. Jadi suara Yukina cukup
terdengar jelas bagi dua orang itu.
“h-halo” akhirnya kata itu lolos dari bibir tipis Yukina
meskipun terbata-bata. Kedua pipinya sudah menghangat entah sejak kapan.
Mengkhianati tekadnya untuk bisa mengendalikan diri di depan orang yang sudah
lama sekali ingin ia temui.
“..” sepasang Ruby itu kini sibuk mengamati gadis berambut
caramel di hadapannya. Mengingat ingat apakah ia pernah mengenal gadis dengan
pipi merah jambu ini sebelumnya.
“ah ! Hime !!” ternyata seichi lebih cepat mengenali Yukina.
Gadis manis itu kini lebih rilex dibuatnya. Namun Yukio yang mengalihkan
pandangannya ke Seichi dan Yukina bergantian masih belum ingat dengan pasti.
“Hime ?” tanyanya dengan nada bingung.
“itu lo, kau ingat gadis kecil yang kita temui saat umur
kita 9 tahun ? itu lo, si kecil yang meringkuk gara-gara kau jahili itu “ dahi
Yukina berkerut mendengar penuturan Seichi. Seingatnya Yukio tidak
menjahilinya.
“aku tidak menjahili siapapun waktu itu. ah aku ingat. Kau yang
waktu itu di bawah pohon cemara kan ?” meskipun terlambat, akhirnya Yukio
ingat. Senyuman terpoles di wajah Yukina yang masih merona. Meskipun sedikit
kecewa. Yukio sedikit melupakannya.
“namamu siapa ?” Tanya Yukio. Nadanya hati-hati seakan
Yukina adalah boneka salju yang akan hancur jika salah sentuh sedikit saja.
Masih tersenyum Yukina menjawab “Naomi Yukina” dan sukses
membuat Yukio dan Seichi saling bertatapan.
“jangan-jangan kau sekretaris osis yang bekerja sama dengan
Fakultas Yukio untuk festival tahun baru ya ? Naomi-chan kan ?” si Seichi
dengan nada riangnya menebak bersemangat. Ia berpindah duduk menjadi semeja
dengan Yukina. Diikuti oleh Yukio yang mengode pelayan yang baru datang untuk
meletakkan coffee latte dan jus melon nya di atas meja Yukina.
“iya” Yukina mengangguk kalem. Bagaimanapun ia adalah wanita
anggun yang teratur dan pemalu. ia tidak tahan intuk tidak menunduk saat Yukio
sudah duduk berhadapan dengannya. Ia bersumpah tak pernah melihat mahluk lebih
tampan dari Yukio sebelum ini.
“Yukina ? kenapa wajahmu merah seperti itu ? kau sakit ?”
seperti sepuluh tahun lalu Yukio dengan lancangnya mengulurkan tangan untuk
menyentuh kedua pipi Yukina yang makin panas. Yukina hanya menggeleng dan tak
bisa menolak sentuhan Yukio. Entah mengapa.
“kau memanggilnya dengan nama kecil ? kalau begitu aku juga
ya, Yukichan !” nada kekanakkan yang melengking tinggi membuat suasana café
yang sepi agak sedikit ramai. Sekarang Yukina mengira kalau si Seichi ini
hiperaktif atau semacamnya.
Yukio menurunkan tangannya dan meraih kopi nya, mengacuhkan
celotehan Seichi yang nyaring.
“kau baca buku apa ?” si pirang membuka percakapan non
formal duluan. Diiringi dengan senyum lebar dan mata yang bersinar-sinar
menatap buku milik Yukina.
“buku biografi William Shakespeare” jawab Yukina seadanya.
Ikut memerhatikan buku di tangannya.
“kau suka karya-karyanya ya ?” Yukio ikut bergabung. Namun
masih di posisi nya yang bersandar nyamam di bangku barunya.
“tidak semua. Aku hanya pernah menonton pentasnya 2 kali.”
Manik biru langit itu beralih menatap kedua kelereng sewarna ruby milik Yukio.
“yang mana ?”
“Hamlet dan Twelft Night”
“aku tau Twelft Night ! aku pernah ikut mementaskannya saat
praktikum sastra SMA” seru Seichi tiba-tiba. Kemudian wajahnya berubah masam.
“aku tidak terlalu suka topic cerita yang menyinggung masalah cross dressing.”
Kemudian berubah ceria lagi “tapi aku suka dengan plotnya. Aku kadang tertawa
sendiri saat membaca naskah”
“kau tertawa sepanjang waktu” komentar Yukio cuek, menyeruput
kopinya yang masih sisa setengah.
“genrenya memang komedi. Kalian pernah menonton
pertunjukkannya ?” Yukina tersenyum geli melihat tingkah Seichi yang kini
menggerutu.
“tidak” jawab Yukio dan Seichi bersamaan.
“oh”
“kau suka baca ya ? Yukichan ?” Seichi kembali bersemangat.
Kali ini ia menumpu wajahnya dengan sebelah tangan di atas meja café seolah
memerhatikan Yukina yang kini menyimpan bukunya di plastic asal.
Yukina menjawabnya dengan anggukan.
“biasanya kau baca apa ?” Tanya Seichi lagi”
“novel ringan, novel, buku refrensi, kamus-kamus, atau buku
pelajaran” jawab Yukina lagi, kali ini diselingi senyuman.
“wow, kau benar-benar suka membaca. Aku jadi heran kenapa
kau tidak pakai kacamata. Biasanya kutu buku sepertimu pasti memakainya”
Alis terangkat satu, Yukina dapat melihat Seichi mengaduh
sakit Karena tungkainya ditendang oleh Yukio yang masih duduk diam memerhatikan
mereka.
“aku salah ya ? maaf ya Yukichan”
“tidak masalah kok. Aku tidak memakainya karena
penglihatanku tidak kabur sama sekali”
“begitu ya”
Nada dering ponsel seseorang berbunyi tepat setelah Seichi
menyelesaikan kalimatnya. Mereka bertiga kontan tersentak kaget. Seichi saja
sebenarnya. Yukina terlihat lebih kalem dan kelihatan tau dari mana bunyi itu
berasal. Yukio kini tengah merogoh saku jaket dan mengeluarkan ponsel lipat
darisana. Setelah membuka flip ponsel dan membaca siapa yang tengah menelponnya
disaat seperti ini Yukio segera beranjak dari kursi.
“ah aku permisi sebentar” ucapnya kemudian menekan tombol
hijau ponsel dan menempelkannya di telinga seraya melenggang pergi ke balik
pintu kaca café.
Yukina memandangi tiap pergerakan Yukio sampai ia berdiri di
salah satu pilar café. Bersandar nyaman disana dengan tangan kiri tenggelam di
saku celana nya. Sesekali senyum lembut terlukis di wajah rupawannya. Membuat
Yukina bertanya-tanya siapa yang sedang berbicara dengan cowok itu.
“oh iya sudah dekat akhir tahun ya, pantas saja Lucia jadi
sering menelpon.” Seakan membaca apa yang ia fikirkan, Seichi bergumam kepada
dirinya sendiri. Yukina menoleh dan melihat cowok itu tengah memandang Yukio
sama dengan yang ia lakukan beberapa waktu lalu.
“Lucia ?” Yukina mengulang nama yang diucapkan Seichi dengan
nada bingung.
“un ?” Seichi mengalihkan pandangannya ke Yukina dan
mengerti bahwa ia harus menjelaskan lebih lanjut. “ah iya. Iashi Lucia. Pacar
Yukio 5 tahun terakhir. Dia kuliah di kota sebelah dan pulang beberapa kali
dalam setahun. Sepertinya sebentar lagi ia akan pulang”
“..” tak berkata apa-apa, Yukina mengalihkan pandangannya
lagi ke Yukio yang kini terlihat sudah selesai menelpon. Cowok itu memasuki
café lagi dengan wajah berseri-seri.
Dan entah kenapa Yukina merasa dadanya sedikit sesak.
Perasaan aneh yang memualkan berputar di ulu hatinya dan membuat kepalanya
sedikit pusing.
Yukio sudah duduk dikursinya dan disenggol oleh Seichi.
“kapan dia pulang ?” Tanya cowok itu dengan sorot mata
menyelidik.
“katanya dalam minggu ini” Yukio menyimpan ponselnya di saku
jaket kemudian menyeruput sisa kopinya.
“Yukina ?”
“tidak ada apa-apa” Yukina menarik nafas dalam dalam dan
mengeluarkannya sepelan mungkin.
Hampir saja sikapnya barusan membuat Yukio curiga.
Bagaimanapun, Yukio adalah laki-laki yang sangat ia temui
sepuluh tahun terakhir ini. Yukina terlalu senang sampai-sampai lupa dengan
kemungkinan kalau Yukio sudah punya pacar. Memangnya siapa cowok tampan di
dunia ini yang masih sendirian ? apalagi semenawan Yukio.
Senyum terpaksa merekah di wajah Yukina. Menampilkan
ekspresi normal bagi orang awam yang tidak tau siapa dirinya. Yang selanjutnya
terjadi Seichi melanjutkan obrolan hebohnya yang mampu menutupi suasana hati
Yukina. Meskipun setelah itu Yukio cukup sadar bahwa gadis itu lebih pendiam
daripada sebelumnya.
Continued..
tunggu kelanjutannya ya..
btw, kenapa saya ngambil Latar di Jepang ? karena saya emang suka budaya mereka. saya suka juga baca komik dan cerita-cerita dari negeri Sakura gaess, sejauh ini selama saya bikin story maupun Fandom, saya selalu pakai nama khas orang sana.
tapi mungkin nanti saya coba-coba bikin nama Indo kali ya. nanti tapi hehehe..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Semua komentar sangat saya hargai. Tolong hargai balik dengan tidak ngespam atau berkata kotor di blog saya. Sankyu 😊